UU NO. 14/2005 TENTANG GURU DAN DOSEN


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;

c. bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.

Mengingat:

1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.
Dosen adalah pendidik dan ilmuwan profesional dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan perguruan tinggi.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Penyelenggara pendidikan adalah lembaga pemerintah atau lembaga masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh seorang guru atau dosen sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan formal di tempat penugasan.
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah lembaga pendidikan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan serta mendidik guru pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.
Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk uang secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesiannya yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik yang profesional.
Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lainnya.
Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Pemerintah adalah pemerintah pusat.
Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota.
Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional.

BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur formal.

(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 3

(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 4

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Pasal 5

Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Pasal 6

Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS

Pasal 7

(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan
sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerja;

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian bagi guru dan memiliki
organisasi profesi keilmuan bagi dosen.

(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

BAB IV
GURU

Bagian Kesatu

Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi

Pasal 8

Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik serta sehat jasmani dan rohani untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 9

Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).

Pasal 10

(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.

(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pendidikan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara transparan, objektif, dan akuntabel (dapat dipercaya/bertanggung jawab).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.

Pasal 13

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta kemampuan; dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan fungsional, tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

(2) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan dalam bentuk subsidi oleh Pemerintah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.

(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, bagi daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(4) Gaji guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan berdasarkan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 16

(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik baik kepada guru yang diangkat oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun kepada guru yang diangkat masyarakat.

(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Pasal 18

(1) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) diberikan kepada guru yang bertugas di daerah khusus.

(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lainnya.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

Dalam melaksanakan profesinya, guru berkewajiban:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kemampuan secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika;

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;

Bagian Ketiga

Wajib Kerja dan Ikatan Dinas

Pasal 21

(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan calon guru dengan pola ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin mutu pendidikan dan efisiensi.

(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

Bagian Keempat

Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pasal 24

(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur formal serta pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangannya.

(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur formal sesuai dengan kewenangannya.

(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan jalur formal.

Pasal 25

(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan berdasarkan kesepakatan kerja bersama.

Pasal 26

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 27

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 28

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.

(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengusulkan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal usul kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangannya.

(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan berdasarkan kesepakatan kerja bersama.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

(1) Guru yang bertugas di daerah khusus mempunyai hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan.

(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.

(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.

(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.

(5) Ketentuan lebih lanjut tentang guru yang bertugas di daerah khusus diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30

(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai guru karena salah satu sebab sebagai berikut:

a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama antara penyelenggara pendidikan dengan guru.

(2) Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena salah satu sebab sebagai berikut:

a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus menerus.

(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.

(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.

Pasal 31

(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.

(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri mendapat kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengembangan

Pasal 32

(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.

(4) Pembinaan dan pengembangan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.

Pasal 33

Menteri menetapkan kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.

Pasal 34

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan profesi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan guru.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan biaya untuk meningkatkan profesionalisme dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pasal 35

(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.

(2) Beban kerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan pokok dan kegiatan tambahan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

Penghargaan

Pasal 36

(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.

(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, dan/atau masyarakat.

Pasal 37

(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, organisasi guru, dan/atau masyarakat.

(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.

(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.

(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38

Pemerintah dapat menetapkan hari guru sebagai penghargaan kepada guru yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

Perlindungan

Pasal 39

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, satuan pendidikan, dan/atau organisasi profesi wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, tindakan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi guru, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, risiko kecelakaan kerja, risiko kebakaran pada waktu kerja, risiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

Bagian Kedelapan

Cuti

Pasal 40

(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti guru sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesembilan

Organisasi Profesi dan Kode Etik

Pasal 41

(1) Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.

(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.

(3) guru wajib menjadi anggota suatu organisasi profesi.

(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

Pasal 42

Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:

a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi kepada guru yang menjadi anggota;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru yang menjadi anggota; dan
e. memajukan pendidikan nasional.

Pasal 43

(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional, organisasi profesi guru membentuk kode etik.

(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.

Pasal 44

(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.

(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.

(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.

(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.

(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

BAB V

DOSEN

Bagian Kesatu

Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik

Pasal 45

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan perguruan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 46

(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.

(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:

a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.

(3) Seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.

(4) Ketentuan lain tentang kualifikasi akademik dan bidang keahlian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditentukan oleh senat akademik perguruan tinggi.

Pasal 47

(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:

a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. lulus proses sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi sesuai dengan keperluan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 48

(1) Status dosen terdiri atas dosen-tetap dan dosen-tidak tetap.

(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.

(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi pendidikan doktor.

(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen-tidak tetap ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.

(2) Profesor memiliki kewajiban khusus untuk menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.

(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diberi gelar profesor paripurna.

(4) Pengaturan lebih lanjut tentang profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50

(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.

(2) Setiap orang, untuk dapat diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.

(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Dosen

Pasal 51

(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;

e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan; dan

f. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 52

(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan fungsional, tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

(2) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat, diberikan dalam bentuk subsidi oleh Pemerintah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 53

(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang telah memiliki sertifikat pendidik.

(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 54

(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) kepada dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.

(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Pasal 55

(1) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) diberikan kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.

(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 56

(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 57

(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 58

(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka memperoleh anggaran dan fasilitas khusus dari Pemerintah atau pemerintah daerah.

(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah, bagi daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 59

(1) Gaji dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat mengacu pada peraturan perundang-undangan.

(2) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 60

Dalam melaksanakan profesinya, dosen berkewajiban:

a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c. meningkatkan dan mengembangkan kemampuan secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik dosen, serta nilai-nilai agama dan etika;
f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;

Bagian Ketiga

Wajib Kerja dan Ikatan Dinas

Pasal 61

(1) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas dosen di daerah khusus.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 62

(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan calon dosen dengan pola ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pasal 63

(1) Pengangkatan dan penempatan dosen dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan memberikan tunjangan bagi dosen untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

Pasal 64

(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.

(2) Penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural dengan ketentuan sesuai dengan peraturan setiap perguruan tinggi.

Pasal 65

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.

Pasal 66

Pemindahan dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 67

(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena salah satu sebab sebagai berikut:

a. meninggal dunia;
b. telah mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e. sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara penyelenggara pendidikan dan dosen.

(2) Dosen diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena salah satu sebab berikut:

a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan perjanjian kerja; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus menerus.

(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.

(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.

(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatannya, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.

Pasal 68

(1) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.

(2) Dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dengan mendapat kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengembangan

Pasal 69

(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional.

(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.

Pasal 70

Menteri menetapkan kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Pasal 71

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kompetensi dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kompetensi dosen.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan biaya untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pasal 72

(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.

(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester (SKS) dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester (SKS).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan pokok dan tugas tambahan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

Penghargaan

Pasal 73

(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus memperoleh penghargaan.

(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, dan/atau masyarakat.

Pasal 74

(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, Penyelenggara pendidikan, organisasi dosen, dan/atau masyarakat.

(2) Pemberian penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan tingkat internasional.

(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.

(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, dalam rangka memperingati hari pendidikan nasional, dan/atau memperingati hari besar lain.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh

Perlindungan

Pasal 75

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, satuan pendidikan, dan/atau organisasi profesi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, tindakan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.

(4) Perlindungan profesi adalah perlindungan yang berkaitan dengan risiko terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.

(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, risiko kecelakaan kerja, risiko kebakaran pada waktu kerja, risiko bencana alam, risiko kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedelapan

Cuti

Pasal 76

(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti dosen sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2)diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

SANKSI

Pasal 77

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak guru;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.

(3) Guru yang berstatus ikatan dinas yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.

(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi sebagaimana diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi dan kode etik.

(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.

Pasal 78

(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat dikenai sanksi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.

(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat dikenai sanksi sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.

(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) mempunyai hak membela diri.

Pasal 79

(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 59, dan Pasal 71 diberi sanksi administratif oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Sanksi administratif bagi penyelenggara pendidikan dapat berupa:

a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 80

(1) Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini:

a. Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional dan maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun atau sampai guru tersebut telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

b. Dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional dan maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun atau sampai guru tersebut telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

(3) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dialokasikan melalui APBN dan APBD.

Pasal 81

Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau diganti dengan peraturan baru berdasarkan undang-undang ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 82

(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi profesi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak undang-undang ini diundangkan;

(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.

Pasal 83

Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 84

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal —

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOESILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal —-

MENTERI HUKUM DAN HAM

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN – NOMOR –

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ……….. TAHUN ………

TENTANG

GURU DAN DOSEN

I. UMUM

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan: (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang; (3) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (4) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (5) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warganegara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia di masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan bermutu, oleh karena itu guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.

Dengan visi tersebut di atas, maka pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi sebagai berikut.

1. mengangkat martabat guru dan dosen ;
2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen ;
3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen ;
4. memajukan profesi serta dan karier guru dan dosen ;
5. meningkatkan mutu pembelajaran ;
6. meningkatkan mutu pendidikan nasional ;
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antar daerah dari segi jumlah, mutu, kompetensi, dan kualifikasi akademik ;
8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah ; dan
9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Untuk meningkatkan penghargaan terhadap pekerjaan guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimumnya, sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.

Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi: penegakan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen; perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan seperti tersebut di atas, maka diperlukan Undang-Undang ini memerlukan strategi yang meliputi:

1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi profesional;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen ;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional ;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional ;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat ;
8. penguatan tanggungjawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional ; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.

Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.

Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

huruf a.

Cukup jelas.

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas

huruf f.

Cukup jelas.

huruf g.

Cukup jelas.

huruf h.

Cukup jelas

huruf i.

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 8

Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.

Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4

Cukup Jelas.

Pasal 12

Cukup Jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Pasal 14

Ayat (1)

huruf a.

Cukup jelas.

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas

huruf f.

Cukup jelas.

huruf g.

Cukup jelas.

huruf h.

Cukup jelas.

huruf i.

Cukup jelas.

huruf j

Cukup jelas.

huruf k

. Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

Gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.

Tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.

Tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik penghasilan sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.

Tunjangan khusus adalah kompensasi bagi guru yang bertugas di daerah khusus.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1) dan Ayat (4).

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1).

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru berupa kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat akademik untuk menempuh pendidikan di satuan pendidikan tertentu.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 20

Huruf a.

Cukup jelas

Huruf b.

Cukup jelas

Huruf c.

Cukup jelas

Huruf d.

Cukup jelas

Huruf e.

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Ayat (2)

huruf a.

Cukup jelas.

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 33

Cukup Jelas.

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Pasal 42

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 44

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Pasal 45

Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang tidak mengganggu guru dalam melaksanakan tugasnya.

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 47

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b.

Cukup jelas.

Huruf c.

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada perguruan tinggi tertentu.

Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada perguruan tinggi tertentu

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud secara langsung adalah tanpa berjenjang.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 51

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

Gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.

Tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.

Tunjangan profesi adalah penghasilan sebagai penghargaan atas profesi guru yang ditetapkan berdasarkan tingkat profesionalitas.

Tunjangan khusus adalah kompensasi bagi guru yang bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah yang mengalami bencana alam, atau keadaan darurat lainnya.

Maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lainnya.

Tunjangan khusus dimaksudkan sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya di daerah khusus..

konkordan

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4).

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 58

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.

Yang dimaksud dengan pendanaan dan fasilitas khusus adalah alokasi biaya dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang mendalami ilmu langka tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 59

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 60

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 63

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 68

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 69

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 72

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 73

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 74

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 75

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 76

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 77

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas.

huruf f.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 78

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas.

huruf f.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 79

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas.

Pasal 80

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 83

Cukup jelas

Pasal 84

Cukup jelas

UU NO. 14/2005 TENTANG GURU DAN DOSEN « SMPN 1 SINGAJAYA.

Tinggalkan komentar