Profil SD N 3 Negara Ratu (10800161)

1 Nama Sekolah : SD N 3 NEGARA RATU 2 NPSN : 10800161 3 Jenjang Pendidikan : SD 4 Status Sekolah :  Negeri 5 Alamat Sekolah : Dusun Purwosari RT / RW : 20 / 9 Kode Pos : 35362 Kelurahan : Negara Ratu Kecamatan : Kec. Natar Kabupaten/Kota : Kab. Lampung Selatan Provinsi : Prov. Lampung Negara :  Indonesia 6 Posisi Geografis : -5,299851 Lintang 105,17721 Bujur 3. Data Pelengkap               7 SK Pendirian Sekolah : 3046 8 Tanggal SK Pendirian :  1984-03-01 9 Status Kepemilikan : Pemerintah Daerah 10 SK Izin Operasional : 100200 11 Tgl SK Izin Operasional : 1984-07-01 12 Kebutuhan Khusus Dilayani :   13 Nomor Rekening : 4030005000957 14 Nama Bank : Bank Lampung 15 Cabang KCP/Unit : natar 16 Rekening Atas Nama : SDN 3 Negara Ratu 17 MBS : Ya 18 Memungut Iuran : Tidak 19 Nominal/siswa : 0 20 Nama Wajib Pajak : SEKOLAH DASAR NEGERI 3 NEGARA RATU 21 NPWP : 421573999325000 3. Kontak Sekolah 20 Nomor Telepon : 08117212340 21 Nomor Fax :  08117212340 22 Email : sdn3negararatu@yahoo.co.id 23 Website :  http://sdn3negararatuls.mysch.id 4. Data Periodik 24 Waktu Penyelenggaraan : Double Shift/6 hari 25 Bersedia Menerima Bos? : Ya 26 Sertifikasi ISO : Belum Bersertifikat 27 Sumber Listrik : PLN 28 Daya Listrik (watt) : 4400 29 Akses Internet : Telkomsel Flash 30 Akses Internet Alternatif : Telkom Speedy 5. Sanitasi Sustainable Development Goals (SDG) 31 Sumber air : Pompa 32 Sumber air minum : Disediakan oleh sekolah 33 Kecukupan air bersih : Cukup sepanjang waktu 34 Sekolah menyediakan jamban yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung untuk digunakan oleh siswa berkebutuhan khusus : Ya 35 Tipe jamban : Leher angsa (toilet duduk/jongkok) 36 Sekolah menyediakan pembalut cadangan : Menyediakan dengan cara memberikan secara gratis 37 Jumlah hari dalam seminggu siswa mengikuti kegiatan cuci tangan berkelompok : 5 hari 38 Jumlah tempat cuci tangan : 0 39 Jumlah tempat cuci tangan rusak : 0 40 Apakah sabun dan air mengalir pada tempat cuci tangan : Ya 41 Sekolah memiiki saluran pembuangan air limbah dari jamban : Ada saluran pembuangan air limbah ke selokan/kali/sungai 42 Sekolah pernah menguras tangki septik dalam 3 hingga 5 tahun terakhir dengan truk/motor sedot tinja : Ya Stratifikasi UKS :   43 Sekolah memiliki selokan untuk menghindari genangan air : Ya 44 Sekolah menyediakan tempat sampah di setiap ruang kelas (Sesuai permendikbud tentang standar sarpras) : Ya 45 Sekolah menyediakan tempat sampah tertutup di setiap unit jamban perempuan : Ya 46 Sekolah menyediakan cermin di setiap unit jamban perempuan : Ya 47 Sekolah memiliki tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang tertutup : Ya 48 Sampah dari tempat pembuangan sampah sementara diangkut secara rutin : Ya 49 Ada perencanaan dan penganggaran untuk kegiatan pemeliharaan dan perawatan sanitasi sekolah : Ya 50 Ada kegiatan rutin untuk melibatkan siswa untuk memelihara dan merawat fasilitas sanitasi di sekolah : Ya 51 Ada kemitraan dengan pihak luar untuk sanitasi sekolah : ✓ Ada, dengan pemerintah daerah   Ada, dengan perusahaan swasta ✓ Ada, dengan puskesmas   Ada, dengan lembaga non-pemerintah 52 Jumlah jamban dapat digunakan : Jamban laki-laki Jamban perempuan Jamban bersama 0 0 0 53 Jumlah jamban tidak dapat digunakan : Jamban laki-laki Jamban perempuan Jamban bersama 0 0 0 Sekolah memiliki kegiatan dan media komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang sanitasi sekolah   Variabel Kegiatan dan Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Guru Ruang Kelas Toilet Selasar Ruang UKS Kantin 53 Cuci tangan pakai sabun ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ 54 Kebersihan dan kesehatan ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ 55 Pemeliharaan dan perawatan toilet     ✓ ✓ ✓   56 Keamanan pangan ✓ ✓     ✓ ✓ 57 Ayo minum air   ✓   ✓ ✓ ✓

Andalan

RPP KURIKULUM 2013 KELAS 1, 2, 4, DAN 5

SILAHKAN DI DOWNLOAD RPP KURIKULUM 2013 SD KELAS 1, 2, 4, DAN 5

[1] RPP SD KELAS 1 SEMESTER 1 – Diriku

[2] RPP SD KELAS 1 SEMESTER 1 – Kegemaranku

[3] RPP SD KELAS 1 SEMESTER 1 – Kegiatanku

[4] RPP SD KELAS 1 SEMESTER 1 – Keluargaku

[5] RPP SD KELAS 1 SEMESTER 2 – Pengalamanku

[6] RPP SD KELAS 1 SEMESTER 2 – Lingkungan Bersih Sehat dan Asri

[7] RPP SD KELAS 1 SEMESTER 2 – Benda, Hewan dan Tanaman di Sekitarku

[8] RPP SD KELAS 1 SEMESTER 2 – Peristiwa Alam

KI dan KD SD 2013

KKM Kelas 1

Program Semester Kls 1

Program Tahunan Kls 1

Silabus Integrasi Kelas 1

[1] RPP SD KELAS 2 SEMESTER 1 – Hidup Rukun

[2] RPP SD KELAS 2 SEMESTER 1 – Bermain di Lingkunganku

[3] RPP SD KELAS 2 SEMESTER 1 – Tugas Sehari-Hari

[4] RPP SD KELAS 2 SEMESTER 1 – Aku dan Sekolahku

[5] RPP SD KELAS 2 SEMESTER 2 – Hidup Sehat dan Bersih

[6] RPP SD KELAS 2 SEMESTER 2 – Air Bumi dan Matahari

[7] RPP SD KELAS 2 SEMESTER 2 – Merawat Hewan dan Tumbuhan

[8] RPP SD KELAS 2 SEMESTER 2 – Keselamatan di Rumah dan Perjalanan

KI dan KD SD 2013

KKM Kelas 2Program Semester Kls 2

Program Tahunan Kls 2

Silabus Integrasi Kelas 2

[1] RPP SD KELAS 4 SEMESTER 1 – Indahnya Kebersamaan

[2] RPP SD KELAS 4 SEMESTER 1 – Selalu Berhemat Energi

[3] RPP SD KELAS 4 SEMESTER 1 – Peduli Terhadap Makhluk Hidup

[4] RPP SD KELAS 4 SEMESTER 1 – Berbagai Pekerjaan

[5] RPP SD KELAS 4 SEMESTER 2 – Pahlawanku

[6] RPP SD KELAS 4 SEMESTER 2 – Indahnya Negeriku

[7] RPP SD KELAS 4 SEMESTER 2 – Cita-Citaku

[8] RPP SD KELAS 4 SEMESTER 2 – Tempat Tinggalku

[9] RPP SD KELAS 4 SEMESTER 2 – Makanan Sehat dan Bergizi

KI dan KD SD 2013 (1)

KKM Kelas 4

kurikulum 2013 Kompetensi Dasar SD versi 030313

Program Semester Kls 4

Program Tahunan Kls 4

Silabus Integrasi Kelas 4

[1] RPP SD KELAS 5 SEMESTER 1 – Benda-Benda di Lingkungan Sekitar

[2] RPP SD KELAS 5 SEMESTER 1 – Peristiwa Dalam Kehidupan

[3] RPP SD KELAS 5 SEMESTER 1 – Kerukunan Dalam Bermasyarakat

[4] RPP SD KELAS 5 SEMESTER 1 – Sehat Itu Penting

[5] RPP SD KELAS 5 SEMESTER 1 – Bangga Sebagai Bangsa Indonesia

[6] RPP SD KELAS 5 SEMESTER 2 – Organ Tubuh Manusia dan Hewan

[7] RPP SD KELAS 5 SEMESTER 2 – Sejarah Peradaban Indonesia

[8] RPP SD KELAS 5 SEMESTER 2 – Ekosistem

[9] RPP SD KELAS 5 SEMESTER 2 – Lingkungan Sahabat Kita

KI dan KD SD 2013

KKM Kelas 5

Program Semester Kls 5

Program Tahunan Kls 5

Silabus Integrasi Kelas 5

PENGUMUMAN HASIL UJIAN ULANG KE-2 PLPG TAHUN 2014 Tahap ke-1 s.d Tahap ke-5 rayon 107 universitas lampung

Sumber- http://sergu.fkip.unila.ac.id/

PENGUMUMAN HASIL UJIAN ULANG KE-2 PLPG TAHUN 2014 Tahap ke-1 s.d Tahap ke-5

Dengan hormat, Dalam rangka pelaksanaan kegiatan PLPG Sertifikasi Guru Tahun 2014 berikut kami sampaikan beberapa informasi : Daftar Peserta Lulus(L) dan Tidak Lulus (TL) dapat dilihat [DISINI] Bagi Peserta yang dinyatakan LULUS segera melakukan pemberkasan baik secara kolektif maupun perorangan diantar langsung ke sekretariat Sertifikasi Guru Rayon 107 Universitas Lampung. Kelengkapan berkas dikumpulkan Tepat waktu pada tanggal 15 November 2014 pkl. 08.30 s.d pkl 16.00 WIB (panitia tidak akan menerima berkas diluar jadwal yang sudah ditentukan) dengan memperhatikan data-data yang dikumpul terdiri atas : Cetak Hasil Penilaian Hasil Ujian Ulang 2 Cek kembali biodata melalui alamat http://sertifikasi.fkip.unila.ac.id Biodata dianggap final (tidak ada perbaikan) karena peserta diberi kesempatan perbaikan data sebelum masuk kelas PLPG Cetak biodata bermaterai Rp.6000 secara online dialamat http://sertifikasi.fkip.unila.ac.id Foto ukuran 3×4 berwarna terbaru sebanyak 4 lembar (dibelakang foto ditulis nama dan no peserta) Foto copy Ijazah akhir yang sudah dilegalisir. Kelengkapan berkas dimasukan dalam map folio berwarna hijau Berkas dikumpul baik kolektif/perorangan dikumpulkan di gedung Sekretariat Sertifikasi Guru Rayon 107 Universitas Lampung Kelengkapan berkas dikumpulkan Tepat waktu pada tanggal 15 November 2014 pkl. 08.30 s.d pkl 16.00 WIB (panitia tidak akan menerima berkas diluar jadwal yang sudah ditentukan). Peserta Sertifikasi Guru berstatus Tidak Lulus (TL) dikembalikan ke masing-masing Dinas Pendidikan Kab/Kota, sesuai dengan alur Sertifikasi Guru Tahun 2014. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih. PSG Rayon 107 Universitas Lampung

Kabinet Kerja Jokowi-JK

Ini Kabinet Kerja Jokowi JK
1. Menteri Sekretaris Negara : Praktino
2. Menteri Perencanaan Pembangunan Negara/Kepala Bappenas: Andrinof Chaniago

3. Menko Bidang Kemaritiman : Indroyono Soesilo
4. Menteri Perhubungan : Ignasius Jonan
5. Menteri Kelautan dan Perikanan: Susi Pudjiastuti
6. Menteri Pariwisata : Arief Yahya
7. Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral: Sudirman Said

8. Menko Bidang Polhukam : Tedjo Edy Purdijatno
9. Menteri Dalam Negeri : Tjahjo Kumolo
10. Menteri Luar Negeri : Retno Lestari Priansari Marsudi
11. Menteri Pertahanan : Ryamizard Ryacudu
12. Menteri Hukum dan HAM : Yasonna H Laoly
13. Menteri Komunikasi dan Informatika: Rudiantara
14. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: Yuddy Chrisnandi

15. Menko Bidang Perekonomian: Sofjan Djalil
16. Menteri Keuangan : Bambang Brodjonegoro
17. Menteri BUMN : Rini M Soemarno
18. Menteri Koperasi dan UMKM: Anak Agung Gde Ngurah Puspayoga
19. Menteri Perindustrian : M Saleh Husin
20. Menteri Perdagangan : Rachmat Gobel
21. Menteri Pertanian : Amran Sulaiman
22. Menteri Ketenagakerjaan : Hanif Dhakiri
23. Menteri PU dan Perumahan Rakyat: Basuki Hadi Muljono
24. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan: Siti Nurbaya
25. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN: Ferry Mursyidan Baldan

26. Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan: Puan Maharani
27. Menteri Agama : Lukman Hakim Saefuddin
28. Menteri Kesehatan : Nila F Moeloek
29. Menteri Sosial : Khofifah Indar Parawansa
30. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Yohanan Yambise
31. Menteri Kebudayaan dan Pedidikan Dasar dan Menengah: Anies Baswedan
32. Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi : M Nasir
33. Menteri Pemuda dan Olahraga: Imam Nahrawi
34. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi: Marwan Ja’far

Andalan

BUKU KURIKULUM 2013 KELAS 2 , 4, DAN 5

BUKU KELAS 2

2_TEMATIK_TEMA 1_BUKU_GURU

2_TEMATIK_TEMA 1_BUKU_SISWA

COVER BG KLS2 TM1 Hidup Rukun

COVER BS KLS2 TM1 Hidup Rukun

2_TEMATIK_TEMA 2_BUKU_GURU

2_TEMATIK_TEMA 2_BUKU_SISWA

2_TEMATIK_TEMA 3_BUKU_GURU

2_TEMATIK_TEMA 3_BUKU_SISWA

2_TEMATIK_TEMA 4_BUKU_GURU

2_TEMATIK_TEMA 4_BUKU_SISWA

BUKU KELAS 4

3_TEMATIK_TEMA 3_BUKU_GURU_REVISI

4_TEMATIK_TEMA 2_BUKU_SISWA_REVISI

4_TEMATIK_TEMA 2_BUKU_GURU_REVISI

4_TEMATIK_TEMA 1_BUKU_SISWA_REVISI

4_TEMATIK_TEMA 1_BUKU_GURU_REVISI

3_TEMATIK_TEMA 3_BUKU_SISWA_REVISI

4_TEMATIK_TEMA 4_BUKU_GURU_REVISI

5_TEMATIK_TEMA 5_BUKU_SISWA_REVISI

5_TEMATIK_TEMA 5_BUKU_GURU_REVISI

BUKU KELAS 5

5_TEMATIK_TEMA 1_BUKU_GURU

5_TEMATIK_TEMA 1_BUKU_SISWA

5_TEMATIK_TEMA 2_BUKU_GURU

5_TEMATIK_TEMA 2_BUKU_SISWA

5_TEMATIK_TEMA 3_BUKU_GURU

5_TEMATIK_TEMA 3_BUKU_SISWA

5_TEMATIK_TEMA 4_BUKU_GURU

5_TEMATIK_TEMA 4_BUKU_SISWA

5_TEMATIK_TEMA 5_BUKU_GURU

5_TEMATIK_TEMA 5_BUKU_SISWA

Data Dapodikdas PTK Kabupaten Lampung Selatan dan seluruh Indonesia belum valid per 5 Oktober 2014

Data Dapodikdas PTK Kabupaten Lampung Selatan belum valid per 5 Oktober 2014

untuk mengetahuinya silahkan klik di bawah ini

https://www.dropbox.com/sh/4slrd34vzrjsh37/120100%20–%20Kab.%20Lampung%20Selatan.xlsx?dl=0

Untuk seluruh Indonesia silahkan klik di sini

https://www.dropbox.com/sh/o1idifluvxdmlnl/AABREOLFfBWFVqtxIdBbLJHda?dl=0

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR 19 TAHUN 2005

TENTANG

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (3), Pasal 42 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 59 ayat (3), Pasal 60 ayat (4), dan Pasal 61 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

3. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

4. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

5. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

6. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

7. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

8. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

9. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

10. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

11. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

12. Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan.

13. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

14. Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.

15. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

16. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

17. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

18. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

19. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik .

20. Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.

21. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

22. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan;

23. Departemen adalah departemen yang bertanggung jawab di bidang pendidikan;

24. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan;

25. Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah yang selanjutnya disebut BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

26. Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal yang selanjutnya disebut BAN-PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

27. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut BAN-PT adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

28. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

BAB II

LINGKUP, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:

a. standar isi;

b. standar proses;

c. standar kompetensi lulusan;

d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;

e. standar sarana dan prasarana;

f. standar pengelolaan;

g. standar pembiayaan;dan

h. standar penilaian pendidikan.

(2) Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.

(3) Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

Pasal 3

Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

Pasal 4

Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.

BAB III

STANDAR ISI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 5

(1). Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

(2). Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.

Bagian Kedua

Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum

Pasal 6

(1) Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. kelompok mata pelajaran estetika;

e. kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

(2) Kurikulum untuk jenis pendidikan keagamaan formal terdiri atas kelompok mata pelajaran yang ditentukan berdasarkan tujuan pendidikan keagamaan.

(3) Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan.

(4) Setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik.

(5) Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.

(6) Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.

Pasal 7

(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.

(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.

(3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/ SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.

(4) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan/atau teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.

(5) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.

(6) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.

(7) Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.

(8) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/ Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.

Pasal 8

(1) Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.

(2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar.

(3) Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 9

(1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan untuk setiap program studi.

(2) Kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris.

(3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kurikulum tingkat satuan pendidikan tinggi program Sarjana dan Diploma wajib memuat mata kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan, serta mata kuliah Statistika, dan/atau Matematika.

(4) Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kedalaman muatan kurikulum pendidikan tinggi diatur oleh perguruan tinggi masing-masing.

Bagian Ketiga

Beban Belajar

Pasal 10

(1) Beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.

(2) MI/MTs/MA atau bentuk lain yang sederajat dapat menambahkan beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.

(3) Ketentuan mengenai beban belajar, jam pembelajaran, waktu efektif tatap muka, dan persentase beban belajar setiap kelompok matapelajaran ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

Pasal 11

(1) Beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS).

(2) Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester.

(3) Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester.

(4) Beban belajar minimal dan maksimal bagi satuan pendidikan yang menerapkan sistem SKS ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usul dari BSNP.

Pasal 12

(1) Beban belajar pada pendidikan kesetaraan disampaikan dalam bentuk tatap muka, praktek keterampilan, dan kegiatan mandiri yang terstruktur sesuai dengan kebutuhan.

(2) Beban belajar efektif per tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

Pasal 13

(1) Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.

(2) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.

(3) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, kelompok mata pelajaran pendidikan estetika, atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.

(4) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (3) dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

Pasal 14

(1) Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

(2) Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika, atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.

(3) Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.

Pasal 15

(1) Beban SKS minimal dan maksimal program pendidikan pada pendidikan tinggi dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(2) Beban SKS efektif program pendidikan pada pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.

Bagian Keempat

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Pasal 16

(1) Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.

(2) Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi sekurang-kurangnya:

a. Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/ SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori standar;

b. Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk SD/MI/ SDLB/SMP/MTs/SMPLB/SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori mandiri;

(3) Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah keagamaan berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.

(4) Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berisi sekurang-kurangnya model-model kurikulum satuan pendidikan keagamaan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

(5) Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (4) sekurang-kurangnya meliputi model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem paket dan model kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila menggunakan sistem kredit semester.

Pasal 17

(1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.

(2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.

(3) Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya untuk program paket A, B, dan C ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan berdasarkan kerangka dasar kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah ini dan standar kompetensi lulusan.

(4) Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan.

Bagian Kelima

Kalender Pendidikan/Akademik

Pasal 18

(1) Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.

(2) Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu dan jeda antar semester.

(3) Kalender pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

BAB IV

STANDAR PROSES

Pasal 19

(1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.

(3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pasal 20

Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

Pasal 21

(1) Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik.

(2) Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis.

Pasal 22

(1) Penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.

(2) Teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok.

(3) Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester.

Pasal 23

Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.

Pasal 24

Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

BAB V

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

Pasal 25

(1) Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.

(2) Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.

(3) Kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan.

(4) Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Pasal 26

(1) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

(2) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

(3) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

(4) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan.

Pasal 27

(1) Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan nonformal dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(2) Standar kompetensi lulusan pendidikan tinggi ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi.

BAB VI

STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Pendidik

Pasal 28

(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

a. Kompetensi pedagogik;

b. Kompetensi kepribadian;

c. Kompetensi profesional; dan

d. Kompetensi sosial.

(4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.

(5) Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 29

(1) Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki:

a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

b. latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi; dan

c. sertifikat profesi guru untuk PAUD

(2) Pendidik pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

b. latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi; dan

c. sertifikat profesi guru untuk SD/MI

(3) Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

b. latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

c. sertifikat profesi guru untuk SMP/MTs

(4) Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
sertifikat profesi guru untuk SMA/MA

(5) Pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

b. sertifikat profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB.

(6) Pendidik pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)

b. latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan

c. sertifikat profesi guru untuk SMK/MAK.

Pasal 30

(1) Pendidik pada TK/RA sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.

(2) Pendidik pada SD/MI sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas dan guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.

(3) Guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan.

(4) Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.

(5) Pendidik pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata pelajaran dan instruktur bidang kejuruan yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.

(6) Pendidik pada SDLB, SMPLB, dan SMALB terdiri atas guru mata pelajaran dan pembimbing yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.

(7) Pendidik pada satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C terdiri atas tutor penanggungjawab kelas, tutor penanggungjawab mata pelajaran, dan nara sumber teknis yang penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.

(8) Pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan keterampilan terdiri atas pengajar, pembimbing, pelatih atau instruktur, dan penguji.

Pasal 31

(1) Pendidik pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum:

lulusan diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) untuk program diploma;
lulusan program magister (S2) untuk program sarjana (S1); dan
lulusan program doktor (S3) untuk program magister (S2) dan program doktor (S3).

(2) Selain kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir a, pendidik pada program vokasi harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.

(3) Selain kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) butir b, pendidik pada program profesi harus memiliki sertifikat kompetensi setelah sarjana sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.

Pasal 32

(1) Pendidik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar sebagaimana diatur dalam Pasal 28 sampai dengan pasal 31.

(2) Selain syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama dapat memberikan kriteria tambahan.

Pasal 33

(1) Pendidik di lembaga kursus dan lembaga pelatihan keterampilan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi minimum yang dipersyaratkan.

(2) Kualifikasi dan kompetensi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 34

Rasio pendidik terhadap peserta didik ditetapkan dalam Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari BSNP.

Bagian Kedua

Tenaga Kependidikan

Pasal 35

(1) Tenaga kependidikan pada:

a. TK/RA atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala TK/RA dan tenaga kebersihan TK/RA.

b. SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.

c. SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.

d. SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.

e. SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja sosial, dan terapis.

f. Paket A, Paket B dan Paket C sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administrasi, dan tenaga perpustakaan.

g. lembaga kursus dan lembaga pelatihan keterampilan sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola atau penyelenggara, teknisi, sumber belajar, pustakawan, dan laboran.

(2) Standar untuk setiap jenis tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 36

(1) Tenaga Kependidikan pada pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya.

(2) Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 37

(1) Tenaga kependidikan di lembaga kursus dan pelatihan harus memiliki kualifikasi dan kompetensi minimum yang dipersyaratkan.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang standar tenaga kependidikan pada lembaga kursus dan pelatihan dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 38

(1) Kriteria untuk menjadi kepala TK/RA meliputi:

a. Berstatus sebagai guru TK/RA;

b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan

d. Memiliki kemampuan kepimpinanan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.

(2) Kriteria untuk menjadi kepala SD/MI meliputi:

a. Berstatus sebagai guru SD/MI;

b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SD/MI; dan

d. Memiliki kemampuan kepimpinanan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.

(3) Kriteria untuk menjadi kepala SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK meliputi:

a. Berstatus sebagai guru SMP/MTS/SMA/MA/SMK/MAK;

b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK; dan

d. Memiliki kemampuan kepimpinanan dan kewirausahaan di bidang pendidikan.

(4) Kriteria untuk menjadi kepala SDLB/SMPLB/SMALB meliputi:

a. Berstatus sebagai guru pada satuan pendidikan khusus;

b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di satuan pendidikan khusus; dan

d. Memiliki kemampuan kepimpinanan, pengelolaan, dan kewirausahaan di bidang pendidikan khusus.

(5) Kriteria kepala satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 39

(1) Pengawasan pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan.

(2) Kriteria minimal untuk menjadi pengawas satuan pendidikan meliputi:

a. Berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi;

b. memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan;

c. lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan.

(3) Kriteria pengawas suatu satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 40

(1) Pengawasan pada pendidikan nonformal dilakukan oleh penilik satuan pendidikan.

(2) Kriteria minimal untuk menjadi penilik adalah:

a. Berstatus sebagai pamong belajar/pamong atau jabatan sejenis di lingkungan pendidikan luar sekolah dan pemuda sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, atau pernah menjadi pengawas satuan pendidikan formal;

b. memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

c. memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai penilik; dan

d. lulus seleksi sebagai penilik.

(3) Kriteria penilik suatu satuan pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (2) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 41

(1) Setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.

(2) Kriteria penyelenggaraan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

BAB VII

STANDAR SARANA DAN PRASARANA

Pasal 42

(1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

(2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Pasal 43

(1) Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan pendidikan dinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia.

(2) Standar jumlah peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan per peserta didik.

(3) Standar buku perpustakaan dinyatakan dalam jumlah judul dan jenis buku di perpustakaan satuan pendidikan.

(4) Standar jumlah buku teks pelajaran di perpustakaan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran untuk masing-masing mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan untuk setiap peserta didik.

(5) Kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikaan buku teks pelajaran dinilai oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(6) Standar sumber belajar lainnya untuk setiap satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio jumlah sumber belajar terhadap peserta didik sesuai dengan jenis sumber belajar dan karakteristik satuan pendidikan.

Pasal 44

(1) Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan untuk menjadikan satuan pendidikan suatu lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat.

(2) Standar lahan satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio luas lahan per peserta didik.

(3) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan sejenis dan sejenjang, serta letak lahan satuan pendidikan di dalam klaster satuan pendidikan yang menjadi pengumpan masukan peserta didik.

(4) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut.

(5) Standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan keamanan, kenyamanan, dan kesehatan lingkungan.

Pasal 45

(1) Standar rasio luas ruang kelas per peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(2) Standar rasio luas bangunan per peserta didik dirumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(3) Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan dasar dan menengah adalah kelas B.

(4) Standar kualitas bangunan minimal pada satuan pendidikan tinggi adalah kelas A.

(5) Pada daerah rawan gempa bumi atau tanahnya labil, bangunan satuan pendidikan harus memenuhi ketentuan standar bangunan tahan gempa.

(6) Standar kualitas bangunan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (4), dan (5) mengacu pada ketetapan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Pasal 46

(1) Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan layanan khusus wajib menyediakan akses ke sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

(2) Kriteria penyediaan akses sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 47

(1) Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 46 menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan.

(2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala dan berkesinambungan dengan memperhatikan masa pakai.

(3) Pengaturan tentang masa pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 48

Standar sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai 47 dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

BAB VIII

STANDAR PENGELOLAAN

Bagian Kesatu

Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan

Pasal 49

(1) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas

(2) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.

Pasal 50

(1) Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh seorang kepala satuan sebagai penanggung jawab pengelolaan pendidikan.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya kepala satuan pendidikan SMP/MTs/ SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala satuan pendidikan.

(3) Pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat kepala satuan pendidikan dalam melaksanakan tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan yang masing-masing secara berturut-turut membidangi akademik, sarana dan prasarana, serta kesiswaan.

Pasal 51

(1) Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.

(2) Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang non-akademik dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan.

(3) Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.

Pasal 52

(1) Setiap satuan pendidikan harus memiliki pedoman yang mengatur tentang:

a. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus;

b. Kalender pendidikan/akademik, yang menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;

c. Struktur organisasi satuan pendidikan;

d. Pembagian tugas di antara pendidik;

e. Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan;

f. Peraturan akademik;

g. Tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;

h. Kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat;

i. Biaya operasional satuan pendidikan.

(2) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, b, d, e, f, dan h diputuskan oleh rapat dewan pendidik dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan.

(3) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c dan i diputuskan oleh komite sekolah/madrasah dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan.

(4) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir g ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan setelah mempertimbangkan masukan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.

(5) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir e ditetapkan oleh pimpinan satuan pendidikan.

(6) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 53

(1) Setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang meliputi masa 4 (empat) tahun.

(2) Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. kalender pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur;

b. jadwal penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk tahun ajaran berikutnya;

c. mata pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan pada semester gasal, semester genap, dan semester pendek bila ada;

d. penugasan pendidik pada mata pelajaran atau mata kuliah dan kegiatan lainnya;

e. buku teks pelajaran yang dipakai pada masing-masing mata pelajaran;

f. jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pembelajaran;

g. pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal bahan habis pakai;

h. program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan penyelenggara program;

i. jadwal rapat Dewan Pendidik, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat satuan pendidikan dengan komite sekolah/madrasah, untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah;

j. jadwal rapat Dewan Dosen dan rapat Senat Akademik untuk jenjang pendidikan tinggi;

k. rencana anggaran pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun;

l. jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terakhir.

(3) Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.

(4) Untuk jenjang pendidikan tinggi, rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus disetujui oleh lembaga berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 54

(1) Pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.

(2) Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 harus mendapat persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah

(3) Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan tinggi yang tidak sesuai dengan rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 harus mendapat persetujuan dari lembaga berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.

(5) Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada lembaga berwenang sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 55

Pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan.

Pasal 56

Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan.

Pasal 57

Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.

Pasal 58

(1) Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, dan pengawas atau penilik satuan pendidikan.

(2) Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, laporan oleh pendidik ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik, berisi hasil evaluasi dan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.

(3) Laporan oleh tenaga kependidikan ditujukan kepada pimpinan satuan pendidikan, berisi pelaksanaan teknis dari tugas masing-masing dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.

(4) Untuk pendidikan dasar dan menengah, laporan oleh pimpinan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, yang berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.

(5) Untuk pendidikan dasar, menengah, dan non formal laporan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan ditujukan kepada Bupati/Walikota melalui Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan dan satuan pendidikan yang bersangkutan.

(6) Untuk pendidikan dasar dan menengah keagamaan, laporan oleh pengawas satuan pendidikan ditujukan kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan satuan pendidikan yang bersangkutan.

(7) Untuk jenjang pendidikan tinggi, laporan oleh kepala satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada Menteri, berisi hasil evaluasi dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.

(8) Setiap pihak yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) wajib menindak lanjuti laporan tersebut untuk meningkatkan mutu satuan pendidikan, termasuk memberikan sanksi atas pelanggaran yang ditemukannya.

Bagian Kedua

Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah

Pasal 59

(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:

a. wajib belajar;

b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;

c. penuntasan pemberantasan buta aksara;

d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat;

e. peningkatan status guru sebagai profesi;

f. akreditasi pendidikan;

g. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat; dan

h. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.

(2) Realisasi rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui dan dipertanggungjawabkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah

Pasal 60

Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:

a. wajib belajar;

b. peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;

c. penuntasan pemberantasan buta aksara;

d. penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat;

e. peningkatan status guru sebagai profesi;

f. peningkatan mutu dosen;

g. standarisasi pendidikan;

h. akreditasi pendidikan;

i. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global;

j. pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan; dan

k. Penjaminan mutu pendidikan nasional.

Pasal 61

(1) Pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

(2) Menteri menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

BAB IX

STANDAR PEMBIAYAAN

Pasal 62

(1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

(2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.

(3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

(4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,

b. bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan

c. biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

(5) Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

BAB X

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 63

(1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

a. penilaian hasil belajar oleh pendidik;

b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan

c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

(2) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:

a. penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan

b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.

(3) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik

Pasal 64

(1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1 butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.

(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:

menilai pencapaian kompetensi peserta didik;

bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan

memperbaiki proses pembelajaran.

(3) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:

a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta

b. ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

(4) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai

(5) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.

(6) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui:

a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan

b. ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

(7) Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk:

a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. kelompok mata pelajaran estetika; dan

e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

Bagian Ketiga

Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan

Pasal 65

(1) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir b bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.

(2) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.

(3) Penilaian akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.

(4) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.

(5) Untuk dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

(6) Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.

Bagian Keempat

Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah

Pasal 66

(1) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.

(2) Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.

(3) Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.

Pasal 67

(1) Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraan.

(2) Dalam penyelenggaraan ujian nasional BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, dan satuan pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai ujian nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 68

Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:

a. pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;

b. dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;

c. penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;

d. pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Pasal 69

(1) Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan jalur nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian nasional dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.

(2) Setiap peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut biaya.

(3) Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP.

(4) Peserta ujian nasional memperoleh surat keterangan hasil ujian nasional yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara Ujian Nasional.

Pasal 70

(1) Pada jenjang SD/MI/SDLB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

(2) Pada program paket A, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.

(3) Pada jenjang SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

(4) Pada program paket B, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Pendidikan Kewarganegaraan.

(5) Pada SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.

(6) Pada program paket C, Ujian Nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.

(7) Pada jenjang SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, Ujian Nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran kejuruan yang menjadi ciri khas program pendidikan.

Pasal 71

Kriteria kelulusan ujian nasional dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kelima

Kelulusan

Pasal 72

(1) Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:

menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan ;
lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
lulus Ujian Nasional.

(2) Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

BAB XI

BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

(BSNP)

Pasal 73

(1) Dalam rangka pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar nasional pendidikan, dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

(2) BSNP berkedudukan di ibu kota wilayah Negara Republik Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.

(3) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya BSNP bersifat mandiri dan profesional.

Pasal 74

(1) Keanggotaan BSNP berjumlah gasal, paling sedikit 11 (sebelas) orang dan paling banyak 15 (lima belas) orang.

(2) Anggota BSNP terdiri atas ahli-ahli di bidang psikometri, evaluasi pendidikan, kurikulum, dan manajemen pendidikan yang memiliki wawasan, pengalaman, dan komitmen untuk peningkatan mutu pendidikan.

(3) Keanggotaan BSNP diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk masa bakti 4 (empat) tahun.

Pasal 75

(1) BSNP dipimpin oleh seorang ketua dan seorang sekretaris yang dipilih oleh dan dari anggota atas dasar suara terbanyak.

(2) Untuk membantu kelancaran tugasnya BSNP didukung oleh sebuah sekretariat yang secara ex-officio diketuai oleh pejabat Departemen yang ditunjuk oleh Menteri.

(3) BSNP menunjuk tim ahli yang bersifat ad-hoc sesuai kebutuhan.

Pasal 76

(1) BSNP bertugas membantu Menteri dalam mengembangkan, memantau, dan mengendalikan standar nasional pendidikan.

(2) Standar yang dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan mengikat semua satuan pendidikan secara nasional setelah ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BSNP berwenang:

a. mengembangkan Standar Nasional Pendidikan;

b. menyelenggarakan ujian nasional;

c. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.

d. merumuskan kriteria kelulusan dari satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Pasal 77

Dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3), BSNP didukung dan berkoordinasi dengan Departemen dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama, dan dinas yang menangani pendidikan di provinsi/ kabupaten/kota.

BAB XII

EVALUASI

Pasal 78

Evaluasi pendidikan meliputi:

a. evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

b. evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah;

c. evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi

d. evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

e. evaluasi oleh lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakat atau organisasi profesi untuk menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan;

Pasal 79

(1) Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir a dilakukan oleh satuan pendidikan pada setiap akhir semester.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

a. tingkat kehadiran peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan;

b. pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler;

c. hasil belajar peserta didik;dan

d. realisasi anggaran;

(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Pasal 80

(1) Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir b dilakukan oleh Menteri terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi secara berkala.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir b dilakukan oleh menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada pendidikan keagamaan secara berkala.

Pasal 81

Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir c dilakukan terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, pada pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan nonformal termasuk pendidikan anak usia dini, secara berkala.

Pasal 82

Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 butir d dilakukan terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, pada pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal termasuk pendidikan anak usia dini, secara berkala.

Pasal 83

(1) Evaluasi terhadap pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 sampai dengan Pasal 82 dilakukan sekurang-kurangnya setahun sekali.

(2) Evaluasi terhadap pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup sekurang-kurangnya:

a. Tingkat relevansi pendidikan terhadap visi, misi, tujuan, dan paradigma pendidikan nasional;

b. Tingkat relevansi satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat akan sumberdaya manusia yang bermutu dan kompetitif;

c. Tingkat pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan;

d. Tingkat efisiensi dan produktivitas satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan;

e. Tingkat daya saing satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada tingkat daerah, nasional, regional, dan global.

(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaporkan kepada Menteri.

(4) Atas dasar evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (3), Menteri melakukan evaluasi komprehensif untuk menilai:

a. Tingkat relevansi pendidikan nasional terhadap visi, misi, tujuan, dan paradigma pendidikan nasional;

b. Tingkat relevansi pendidikan nasional terhadap kebutuhan masyarakat akan sumberdaya manusia yang bermutu dan berdayasaing;

c. Tingkat mutu dan daya saing pendidikan nasional;

d. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan;

e. Tingkat pemerataan akses masyarakat ke pelayanan pendidikan; dan

f. Tingkat efisiensi, produktivitas, dan akuntabilitas pendidikan nasional.

Pasal 84

(1) Evaluasi dapat dilakukan oleh lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakat.

(2) Evaluasi sebagai dimaksud pada ayat (1) secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik.

(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menentukan pencapaian standar nasional pendidikan oleh peserta didik, program, dan/atau satuan pendidikan.

(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan secara mandiri, independen, obyektif, dan profesional.

(5) Metode dan hasil evaluasi yang dilakukan oleh lembaga evaluasi mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada publik dan dilaporkan ke BSNP.

Pasal 85

(1) Untuk mengukur dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan oleh peserta didik, program dan/atau satuan pendidikan, masyarakat dapat membentuk lembaga evaluasi mandiri.

(2) Kelompok masyarakat yang dapat membentuk lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kelompok masyarakat yang memiliki kompetensi untuk melakukan evaluasi secara profesional, independen dan mandiri.

(3) Pembentukan lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Menteri.

BAB XIII

AKREDITASI

Pasal 86

(1) Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan.

(2) Kewenangan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri yang diberi kewenangan oleh Pemerintah untuk melakukan akreditasi.

(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.

Pasal 87

(1) Akreditasi oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dilaksanakan oleh:

BAN-S/M terhadap program dan/atau satuan pendidikan penddikan jalur formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah;
BAN-PT terhadap program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan tinggi; dan
BAN-PNF terhadap progam dan/atau satuan pendidikan jalur nonformal.

(2) Dalam melaksanakan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BAN-S/M dibantu oleh badan akreditasi provinsi yang dibentuk oleh Gubernur.

(3) Badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.

(4) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri.

(5) Ketentuan mengenai badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur labih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 88

(1) Lembaga mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dapat melakukan fungsinya setelah mendapat pengakuan dari Menteri.

(2) Untuk memperoleh pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lembaga mandiri wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya:

a. berbadan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba.

b. memiliki tenaga ahli yang berpengalaman di bidang evaluasi pendidikan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XIV

SERTIFIKASI

Pasal 89

(1) Pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah dan/atau sertifikat kompetensi.

(2) Ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan tinggi, sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus dari satuan pendidikan.

(3) Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, Ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi:

a. Identitas peserta didik;

b. Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus dari penilaian akhir satuan pendidikan beserta daftar nilai mata pelajaran yang ditempuhnya;

c. Pernyataan tentang status kelulusan peserta didik dari Ujian Nasional beserta daftar nilai mata pelajaran yang diujikan; dan

d. Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah memenuhi seluruh kriteria dan dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.

(4) Pada jenjang pendidikan tinggi ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi:

a. Identitas peserta didik;

b. Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah memenuhi seluruh kriteria dan dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.

(5) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji kompetensi.

(6) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya berisi:

a. Identitas peserta didik;

b. Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji kompetensi untuk semua mata pelajaran atau mata kuliah keahlian yang dipersyaratkan dengan nilai yang memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku;

c. Daftar semua mata pelajaran atau mata kuliah keahlian yang telah ditempuh uji kompetensinya oleh peserta didik, beserta nilai akhirnya.

Pasal 90

(1) Peserta didik pendidikan informal dapat memperoleh sertifikat kompetensi yang setara dengan sertifikat kompetensi dari pendidikan formal setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi mandiri/profesi sesuai ketentuan yang berlaku.

(2) Peserta didik pendidikan informal dapat memperoleh ijazah yang setara dengan ijazah dari pendidikan dasar dan menengah jalur formal setelah lulus uji kompetensi dan ujian nasional yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB XV

PENJAMINAN MUTU

Pasal 91

(1) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.

(2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.

(3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

Pasal 92

(1) Menteri mensupervisi dan membantu satuan perguruan tinggi melakukan penjaminan mutu.

(2) Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama mensupervisi dan membantu satuan pendidikan keagamaan melakukan penjaminan mutu.

(3) Pemerintah Provinsi mensupervisi dan membantu satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangannya untuk meyelenggarakan atau mengatur penyelenggaraannya dalam melakukan penjaminan mutu.

(4) Pemerintah Kabupaten/Kota mensupervisi dan membantu satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangannya untuk meyelenggarakan atau mengatur penyelenggaraannya dalam melakukan penjaminan mutu.

(5) BAN-S/M, BAN-PNF, dan BAN-PT memberikan rekomendasi penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi, dan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(6) LPMP mensupervisi dan membantu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dalam melakukan upaya penjaminan mutu pendidikan.

(7) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), LPMP bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Perguruan tinggi.

(8) Menteri menerbitkan pedoman program penjaminan mutu satuan pendidikan pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan.

Pasal 93

(1) Penyelenggaraan satuan pendidikan yang tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan ini dapat memperoleh pengakuan dari Pemerintah atas dasar rekomendasi dari BSNP.

(2) Rekomendasi dari BSNP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada penilaian khusus.

(3) Pengakuan dari Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 94

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini:

a. Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS), Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Panitia Nasional Penilaian Buku Pelajaran (PNPBP) masih tetap menjalankan tugas dan fungsinya sampai dibentuknya badan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

b. Satuan pendidikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun.

c. Standar kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 berlaku efektif sepenuhnya 15 (lima belas) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.

d. Ujian nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan 3 (tiga) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.

e. Penyelenggaraan ujian nasional dilaksanakan oleh Pemerintah sebelum BSNP menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 95

Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan standar nasional pendidikan pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 96

Semua peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 97

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Pada Tanggal 16 Mei 2005

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

Pada Tanggal 16 Mei 2005

Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia

ttd

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 41

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 19 TAHUN 2005

TENTANG

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

UMUM

Pada hakekatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai fungsi: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan kesempatan, dan (3) pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Sementara itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta strategi pembangunan pendidikan nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dalam kehidupan global.

Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi pendidikan nasional adalah: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional; (3) meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan global; (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terkait dengan visi dan misi pendidikan nasional tersebut di atas, reformasi pendidikan meliputi hal-hal berikut:

Pertama; penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Kedua; adanya perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai sumberdaya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk manusia seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki karakteristik personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan kulturalnya. Proses pendidikan harus mencakup: (1) penumbuhkembangan keimanan, ketakwaan,; (2) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi, dan kepribadian; (3) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan, penghayatan, apresiasi, dan ekspresi seni; serta (5) pembentukan manusia yang sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Ketiga; Adanya pandangan terhadap keberadaan peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu, mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang paling rumit dan bersifat internal, yang berkenaan dengan pemahaman dirinya dan lingkungan kulturalnya.

Keempat; Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikan dijadikan pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik; (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis; (3) hasil pendidikan yang bermutu dan terukur; (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan; (5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal; (6) berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan; dan (7) terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.

Acuan dasar tersebut di atas merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.

Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur pendidikan nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk mengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan jalur informal yang sepenuhnya menjadi kewenangan keluarga dan masyarakat didorong dan diberikan keleluasaan dalam mengembangkan program pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, standar nasional pendidikan pada jalur pendidikan informal hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi peserta didik saja.

II. Pasal demi pasal

Pasal 1

Cukup Jelas.

Pasal 2

Cukup Jelas.

Pasal 3

Pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Pasal 4

Cukup Jelas.

Pasal 5

Cukup Jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud pendidikan umum meliputi SD/MI/paket A, SMP/MTs/Paket B, dan SMA/MA/Paket C atau bentuk lain yang sederajat.

Yang dimaksud pendidikan kejuruan meliputi SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat.

Yang dimaksud pendidikan khusus meliputi SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain yang sederajat.

Pelaksanaan semua kelompok mata pelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.

Ayat (1) butir a

Yang dimaksud dengan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia termasuk di dalamnya muatan akhlak mulia yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/ SMPLB/Paket B, SMA/MA/ SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual. Peningkatan potensi spiritual dalam kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia untuk MA atau bentuk lain yang sederajat, dapat dimasukkan dalam kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ayat (1) butir b

Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/ MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia.

Kesadaran dan wawasan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara mencakup upaya pendidikan untuk pembentukan pribadi yang unggul secara individual, dan pembudayaan serta pembentukan masyarakat madani.

Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat diamalkan sehari-hari oleh peserta didik di dalam dan di luar sekolah, dengan contoh pengamalan diberikan oleh setiap pendidik dalam interaksi sosialnya di dalam dan di luar sekolah, serta dikembangkan menjadi bagian dari budaya sekolah.

Muatan bahasa mencakup antara lain penanaman kemahiran berbahasa dan apresiasi terhadap karya sastra. Untuk menanamkan apresiasi terhadap karya sastra Indonesia, BSNP menetapkan karya-karya sastra Indonesia unggulan yang wajib dipelajari oleh peserta didik pada setiap jenjang pendidikan.

Ayat (1) butir c

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/Paket A atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB/Paket C atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut akan ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja.

Ayat (1) butir d

Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan sensitifitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni.

Kemampuan mengapresiasi dan kemampuan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.

Ayat (1) butir e

Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/ Paket A atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportifitas dan kesadaran hidup sehat.

Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SMP/MTs/ SMPLB/Paket B atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportifitas dan kesadaran hidup sehat.

Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SMA/MA/ SMALB/Paket C atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat.

Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual maupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Pelaksanaan pendidikan secara holistik dimaksudkan bahwa proses pembelajaran antar kelompok mata pelajaran bersifat terpadu dalam mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Ayat (6)

Cukup Jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Ilmu pengetahuan alam sekurang-kurangnya terdiri atas fisika, kimia, dan biologi.

Ilmu pengetahuan sosial sekurang-kurangnya terdiri atas ketatanegaraan, ekonomika, sosiologi, antropologi, sejarah, dan geografi.

Ayat (6)

Ilmu pengetahuan alam dipilih dari muatan dan/atau kegiatan fisika, kimia, atau biologi yang disesuaikan dengan program kejuruan masing-masing.

Ilmu pengetahuan sosial dipilih dari muatan dan/atau kegiatan ketatanegaraan, ekonomika, sejarah, sosiologi, antropologi, atau geografi yang disesuaikan dengan program kejuruan masing-masing.

Ayat (7)

Cukup Jelas.

Ayat (8)

Cukup Jelas.

Pasal 8

Cukup Jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Dalam mengembangkan kerangka dasar dan struktur kurikulum, perguruan tinggi melibatkan asosiasi profesi, instansi pemerintah terkait, dan kelompok ahli yang relevan, misalnya, di bidang kedokteran melibatkan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan Konsil Kedokteran Indonesia.

Ayat (2)

Pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa hanya diajarkan pada program sarjana dan diploma.

Ayat (3)

Mata kuliah statistika dan matematika dimaksudkan untuk memberikan dasar-dasar pemahaman dan penerapan metode kuantitatif yang pelaksanakannya disesuaikan dengan kebutuhan program studi yang bersangkutan.

Untuk program studi tertentu mata kuliah matematika dapat diganti dengan mata kuliah logika.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 10

Cukup Jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memfasilitasi satuan pendidikan yang berupaya menerapkan sistem satuan kredit semester karena sistem ini lebih mengakomodasikan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Dengan diberlakukannya sistem ini maka satuan pendidikan tidak perlu mengadakan program pengayaan karena sudah tercakup (built in) dalam sistem ini.

Ayat (2) dan Ayat (3)

Dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka Pemerintah memiliki kepentingan untuk memetakan sekolah/ madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengkategorikan sekolah/ madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/ madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar. Berbagai upaya ditempuh agar alokasi sumberdaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah diprioritaskan untuk membantu sekolah/madrasah yang masih dalam kategori standar untuk bisa meningkatkan diri menuju kategori mandiri. Terhadap sekolah/madrasah yang telah masuk dalam kategori mandiri, Pemerintah mendorongnya untuk secara bertahap mencapai taraf internasional. Terkait dengan penuntasan wajib belajar, Pemerintah tetap berkomitmen untuk mendukung penyelenggaraan wajib belajar sesuai dengan ketentuan Undang-undang Sisdiknas terlepas dari apakah sekolah/madrasah termasuk dalam kategori mandiri atau standar.

Pemerintah mendorong dan memfasilitasi diberlakukannya sistem satuan kredit semester (SKS) karena kelebihan sistem ini sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan ayat (1).

Terkait dengan itu SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, dan SMA/MA/SMLB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat menerapkan sistem SKS. Khusus untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat yang berkategori mandiri harus menerapkan sistem SKS jika menghendaki tetap berada pada kategori mandiri.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 12

Cukup Jelas.

Pasal 13

Cukup Jelas.

Pasal 14

Cukup Jelas.

Pasal 15

Cukup Jelas.

Pasal 16

Cukup Jelas.

Pasal 17

Cukup Jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Untuk pendidikan tinggi kalender pendidikan disebut kalender akademik

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 19

Cukup Jelas.

Pasal 20

Cukup Jelas.

Pasal 21

Cukup Jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Penilaian hasil pembelajaran mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan/atau afektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran.

Ayat (2)

Ketentuan pada ayat ini tidak menutup kemungkinan penggunaan teknik penilaian yang lain sesuai dengan karakteristik hasil pembelajaran dan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik

Ayat (3)

Observasi dimaksudkan untuk mengukur perubahan sikap dan perilaku peserta didik sebagai indikasi dari keberhasilan pembelajaran dalam aspek afektif dan psikomotorik.

Pasal 23

Cukup Jelas.

Pasal 24

Cukup Jelas.

Pasal 25

Cukup Jelas.

Pasal 26

Cukup Jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Standar kompetensi lulusan pendidikan tinggi dikembangkan oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai dengan karakteristik program studi akademik, vokasi, dan profesi.

Pasal 28

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pendidik pada ketentuan ini adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi dan berkompetensi sebagai guru, dosen, konselor, pamong, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Butir a:

Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Butir b:

Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

Butir c:

Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Butir d:

Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Pasal 29

Standar kualifikasi pendidik sebagaimana diatur dalam pasal ini diterapkan secara bertahap. BSNP menetapkan pentahapannya untuk masing-masing jenjang pendidikan. Dalam menetapkan pentahapan tersebut BNSP memperhatikan pertimbangan dari Menteri.

Pasal 30

Cukup Jelas.

Pasal 31

Cukup Jelas.

Pasal 32

Cukup Jelas.

Pasal 33

Cukup Jelas.

Pasal 34

Cukup Jelas.

Pasal 35

Cukup Jelas.

Pasal 36

Cukup Jelas.

Pasal 37

Cukup Jelas.

Pasal 38

Cukup Jelas.

Pasal 39

Cukup Jelas.

Pasal 40

Cukup Jelas.

Pasal 41

Cukup Jelas.

Pasal 42

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan sumber belajar lainnya antara lain journal, majalah, artikel, website, dan compact disk.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 43

Cukup Jelas.

Pasal 44

Cukup Jelas.

Pasal 45

Cukup Jelas.

Pasal 46

Cukup Jelas.

Pasal 47

Cukup Jelas.

Pasal 48

Cukup Jelas.

Pasal 49

Ayat (1)

Pengelolaan satuan pendidikan meliputi perencanaan program, penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran, pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasana pendidikan, penilaian hasil belajar, dan pengawasan.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 50

Cukup Jelas.

Pasal 51

Ayat (1)

Anggota Dewan Pendidik terdiri atas para pimpinan satuan pendidikan dan semua pendidik tetap.

Pimpinan satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah/madrasah dan wakil kepala sekolah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat maka dewan pendidik dan/atau komite sekolah/madrasah menyerahkan pengambilan keputusan yang bersangkutan kepada lembaga berwenang di atasnya. Dalam hal sekolah/madrasah yang bersangkutan merupakan satuan pendidikan negeri, maka lembaga yang berwenang adalah dinas kabupaten/kota yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau kantor departemen yang menangani urusan di bidang agama kabupaten/kota. Dalam hal sekolah/madrasah yang bersangkutan merupakan satuan pendidikan swasta, maka lembaga yang berwenang adalah badan hukum yang menjadi penyelenggara satuan pendidikan dimaksud.

Pasal 52

Cukup Jelas.

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

butir a:

Cukup Jelas.

butir b:

Cukup Jelas.

butir c:

Cukup Jelas.

butir d:

Cukup Jelas.

butir e:

Cukup Jelas.

butir f:

Cukup Jelas.

butir g:

Cukup Jelas.

butir h:

Cukup Jelas.

butir i:

Cukup Jelas.

butir j:

Cukup Jelas.

butir k:

RAPBS harus bersifat komprehensif yang meliputi sumber dan alokasi penggunaan biaya untuk satu tahun yang secara akuntabel dan transparan diketahui oleh orang tua/wali peserta didik.

butir l:

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 54

Cukup Jelas.

Pasal 55

Cukup Jelas.

Pasal 56

Cukup Jelas.

Pasal 57

Yang dimaksud dengan supervisi manajerial meliputi aspek pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan. Yang dimaksud dengan supervisi akademik meliputi aspek-aspek pelaksanaan proses pembelajaran.

Pasal 58

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan pihak terkait antara lain perangkat daerah atau instansi yang menangani urusan pendidikan di kabupaten/kota.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Ayat (6)

Cukup Jelas.

Ayat (7)

Cukup Jelas.

Ayat (8)

Cukup Jelas.

Pasal 59

Cukup Jelas.

Pasal 60

Cukup Jelas.

Pasal 61

Cukup Jelas.

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Yang termasuk biaya personal peserta didik antara lain pakaian, transpor, buku pribadi, konsumsi, akomodasi, dan biaya pribadi lainnya.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Pasal 63

Cukup Jelas.

Pasal 64

Cukup Jelas.

Pasal 65

Cukup Jelas.

Pasal 66

Ayat (1)

Ujian nasional mengukur kompetensi peserta didik dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh peserta didik, satuan pendidikan, dan/atau program pendidikan.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Hasil ujian nasional dapat dibandingkan baik antar satuan pendidikan, antara daerah, maupun antar waktu untuk pemetaan mutu pendidikan secara nasional.

Pasal 67

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

BSNP melakukan evaluasi penyelenggaraan ujian nasional dan dapat mengusulkan hal-hal yang perlu diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 68

Butir a

Cukup Jelas.

Butir b

Hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu dasar seleksi untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Satuan pendidikan dapat melakukan seleksi dengan menggunakan instrumen seleksi yang materinya tidak diujikan dalam Ujian Nasional, misalnya tes bakat skolastik, tes intelegensi, tes minat, tes bakat, tes kesehatan, atau tes lainnya sesuai dengan Kriteria pada satuan pendidikan tersebut.

Butir c

Cukup Jelas.

Butir d

Cukup Jelas.

Pasal 69

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Surat keterangan hasil ujian nasional sekurang-kurangnya berisi:

a. Identitas peserta didik;

b. Pernyataan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah menempuh Ujian Nasional;

c. Tanggal dan satuan pendidikan di mana Ujian Nasional telah ditempuh oleh peserta didik;

d. Nilai Ujian Nasional untuk setiap mata pelajaran yang diujikan; dan

e. Status kelulusan Ujian Nasional, untuk jenjang SMP/SMPLB/MTs atau bentuk lain yang sederajat, SMA/SMALB/MA atau bentuk lain yang sederajat, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat.

Pasal 70

Cukup Jelas.

Pasal 71

Cukup Jelas.

Pasal 72

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam mengembangkan kriteria kelulusan, BSNP mempertimbangkan keragaman mutu pendidikan secara nasional dan/atau tolok ukur (benchmark) yang bersifat regional maupun internasional.

Kriteria kelulusan peserta didik yang dikembangkan oleh BSNP tidak menghambat penuntasan program wajib belajar.

Pasal 73

Cukup Jelas.

Pasal 74

Cukup Jelas.

Pasal 75

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Menteri menunjuk pejabat yang bertanggung jawab sebagai ketua sekretariat BSNP yang melaksanakan pengelolaan ketenagaan, sarana dan prasarana, serta administrasi dan keuangan untuk dapat mendukung pelaksanaan tugas BSNP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (3)

Penunjukan tim ahli didasarkan atas keahlian yang relevan dengan bidang yang dikembangkan yang berasal dari asosiasi profesi, tenaga ahli yang direkomendasikan oleh instansi pemerintah terkait dan lainnya. Misalnya, pengembangan kompetensi lulusan SMK di bidang pelayaran melibatkan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang perhubungan; pengembangan kompetensi lulusan SMK di bidang pariwisata melibatkan ahli dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan asosiasi jasa travel; pengembangan kompetensi lulusan SMK di bidang kesehatan melibatkan unsur profesi bidang kesehatan dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 76

Cukup Jelas.

Pasal 77

Cukup Jelas.

Pasal 78

Cukup Jelas.

Pasal 79

Cukup Jelas.

Pasal 80

Cukup Jelas.

Pasal 81

Cukup Jelas.

Pasal 82

Cukup Jelas.

Pasal 83

Cukup Jelas.

Pasal 84

Cukup Jelas.

Pasal 85

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Contoh dari kelompok masyarakat yang memiliki kompetensi tersebut adalah organisasi profesi berbadan hukum yang diakui oleh Pemerintah.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 86

Cukup Jelas.

Pasal 87

Cukup Jelas.

Pasal 88

Cukup Jelas.

Pasal 89

Cukup Jelas.

Pasal 90

Cukup Jelas.

Pasal 91

Ayat (1)

Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong dan membantu satuan pendidikan formal dalam melakukan penjaminan mutu (quality assurance) agar memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, sehingga dapat dikategorikan ke dalam kategori mandiri.

Bantuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah kepada satuan pendidikan dalam penjaminan mutu lebih diprioritaskan pada satuan pendidikan formal dan nonformal yang menyelenggarakan program wajib belajar dan satuan pendidikan formal yang masih berada pada kategori standar.

Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal.

Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang berdaya saing pada tingkat global, Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada satuan pendidikan tertentu yang berkategori mandiri dan berorientasi untuk bertaraf internasional.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 92

Cukup Jelas.

Pasal 93

Cukup Jelas.

Pasal 94

Butir a:

Cukup Jelas.

Butir b:

Cukup Jelas

Butir c:

Sebelum standar kualifikasi akademik berlaku efektif, BSNP mengembangkan standar antara yang secara bertahap menuju pencapaian standar kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 Peraturan Pemerintah ini.

Butir d:

Cukup Jelas.

Butir e:

Cukup Jelas.

Pasal 95

Cukup Jelas.

Pasal 96

Cukup Jelas.

Pasal 97

Cukup Jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4496

Andalan

UU NO. 14/2005 TENTANG GURU DAN DOSEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005
TENTANG
GURU DAN DOSEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

a. bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;

c. bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.

Mengingat:

1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.
Dosen adalah pendidik dan ilmuwan profesional dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan perguruan tinggi.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Penyelenggara pendidikan adalah lembaga pemerintah atau lembaga masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh seorang guru atau dosen sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan formal di tempat penugasan.
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah lembaga pendidikan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan serta mendidik guru pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini.
Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk uang secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesiannya yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik yang profesional.
Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lainnya.
Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Pemerintah adalah pemerintah pusat.
Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota.
Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional.

BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur formal.

(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 3

(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 4

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Pasal 5

Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Pasal 6

Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS

Pasal 7

(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan
sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerja;

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian bagi guru dan memiliki
organisasi profesi keilmuan bagi dosen.

(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

BAB IV
GURU

Bagian Kesatu

Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi

Pasal 8

Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik serta sehat jasmani dan rohani untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 9

Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (D4).

Pasal 10

(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.

(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pendidikan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara transparan, objektif, dan akuntabel (dapat dipercaya/bertanggung jawab).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.

Pasal 13

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta kemampuan; dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan fungsional, tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

(2) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan dalam bentuk subsidi oleh Pemerintah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.

(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah, bagi daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(4) Gaji guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan berdasarkan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 16

(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik baik kepada guru yang diangkat oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun kepada guru yang diangkat masyarakat.

(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Pasal 18

(1) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) diberikan kepada guru yang bertugas di daerah khusus.

(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lainnya.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

Dalam melaksanakan profesinya, guru berkewajiban:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kemampuan secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika;

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;

Bagian Ketiga

Wajib Kerja dan Ikatan Dinas

Pasal 21

(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan calon guru dengan pola ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin mutu pendidikan dan efisiensi.

(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

Bagian Keempat

Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pasal 24

(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur formal serta pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangannya.

(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur formal sesuai dengan kewenangannya.

(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan jalur formal.

Pasal 25

(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan berdasarkan kesepakatan kerja bersama.

Pasal 26

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 27

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 28

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.

(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengusulkan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal usul kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangannya.

(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan berdasarkan kesepakatan kerja bersama.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

(1) Guru yang bertugas di daerah khusus mempunyai hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan.

(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.

(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.

(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.

(5) Ketentuan lebih lanjut tentang guru yang bertugas di daerah khusus diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30

(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai guru karena salah satu sebab sebagai berikut:

a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama antara penyelenggara pendidikan dengan guru.

(2) Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena salah satu sebab sebagai berikut:

a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus menerus.

(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.

(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.

Pasal 31

(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.

(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri mendapat kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengembangan

Pasal 32

(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.

(4) Pembinaan dan pengembangan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.

Pasal 33

Menteri menetapkan kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.

Pasal 34

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan profesi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan guru.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan biaya untuk meningkatkan profesionalisme dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pasal 35

(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.

(2) Beban kerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan pokok dan kegiatan tambahan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

Penghargaan

Pasal 36

(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.

(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, dan/atau masyarakat.

Pasal 37

(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, organisasi guru, dan/atau masyarakat.

(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.

(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.

(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38

Pemerintah dapat menetapkan hari guru sebagai penghargaan kepada guru yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

Perlindungan

Pasal 39

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, satuan pendidikan, dan/atau organisasi profesi wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, tindakan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi guru, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, risiko kecelakaan kerja, risiko kebakaran pada waktu kerja, risiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

Bagian Kedelapan

Cuti

Pasal 40

(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti guru sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesembilan

Organisasi Profesi dan Kode Etik

Pasal 41

(1) Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.

(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.

(3) guru wajib menjadi anggota suatu organisasi profesi.

(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

Pasal 42

Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:

a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi kepada guru yang menjadi anggota;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru yang menjadi anggota; dan
e. memajukan pendidikan nasional.

Pasal 43

(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional, organisasi profesi guru membentuk kode etik.

(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.

Pasal 44

(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.

(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.

(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.

(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.

(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

BAB V

DOSEN

Bagian Kesatu

Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik

Pasal 45

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan perguruan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 46

(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.

(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:

a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.

(3) Seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.

(4) Ketentuan lain tentang kualifikasi akademik dan bidang keahlian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditentukan oleh senat akademik perguruan tinggi.

Pasal 47

(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:

a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. lulus proses sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi sesuai dengan keperluan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 48

(1) Status dosen terdiri atas dosen-tetap dan dosen-tidak tetap.

(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.

(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi pendidikan doktor.

(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen-tidak tetap ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.

(2) Profesor memiliki kewajiban khusus untuk menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.

(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diberi gelar profesor paripurna.

(4) Pengaturan lebih lanjut tentang profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50

(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.

(2) Setiap orang, untuk dapat diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.

(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Dosen

Pasal 51

(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:

a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;

e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan; dan

f. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 52

(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan fungsional, tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

(2) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat, diberikan dalam bentuk subsidi oleh Pemerintah dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 53

(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang telah memiliki sertifikat pendidik.

(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 54

(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) kepada dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.

(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Pasal 55

(1) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) diberikan kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.

(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 56

(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkatan, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 57

(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 58

(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka memperoleh anggaran dan fasilitas khusus dari Pemerintah atau pemerintah daerah.

(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah, bagi daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 59

(1) Gaji dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat mengacu pada peraturan perundang-undangan.

(2) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 60

Dalam melaksanakan profesinya, dosen berkewajiban:

a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c. meningkatkan dan mengembangkan kemampuan secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik dosen, serta nilai-nilai agama dan etika;
f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;

Bagian Ketiga

Wajib Kerja dan Ikatan Dinas

Pasal 61

(1) Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas dosen di daerah khusus.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 62

(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan calon dosen dengan pola ikatan dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah atau diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

Pasal 63

(1) Pengangkatan dan penempatan dosen dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan memberikan tunjangan bagi dosen untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

Pasal 64

(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.

(2) Penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural dengan ketentuan sesuai dengan peraturan setiap perguruan tinggi.

Pasal 65

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.

Pasal 66

Pemindahan dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 67

(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena salah satu sebab sebagai berikut:

a. meninggal dunia;
b. telah mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e. sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara penyelenggara pendidikan dan dosen.

(2) Dosen diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena salah satu sebab berikut:

a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan perjanjian kerja; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus menerus.

(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.

(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.

(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatannya, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.

Pasal 68

(1) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.

(2) Dosen yang diangkat oleh perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dengan mendapat kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengembangan

Pasal 69

(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional.

(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.

Pasal 70

Menteri menetapkan kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Pasal 71

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kompetensi dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kompetensi dosen.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan biaya untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pasal 72

(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.

(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester (SKS) dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester (SKS).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan pokok dan tugas tambahan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

Penghargaan

Pasal 73

(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus memperoleh penghargaan.

(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, dan/atau masyarakat.

Pasal 74

(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, Penyelenggara pendidikan, organisasi dosen, dan/atau masyarakat.

(2) Pemberian penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan tingkat internasional.

(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.

(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, dalam rangka memperingati hari pendidikan nasional, dan/atau memperingati hari besar lain.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh

Perlindungan

Pasal 75

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan, satuan pendidikan, dan/atau organisasi profesi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, tindakan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.

(4) Perlindungan profesi adalah perlindungan yang berkaitan dengan risiko terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.

(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, risiko kecelakaan kerja, risiko kebakaran pada waktu kerja, risiko bencana alam, risiko kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedelapan

Cuti

Pasal 76

(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti dosen sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2)diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

SANKSI

Pasal 77

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak guru;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.

(3) Guru yang berstatus ikatan dinas yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.

(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi sebagaimana diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi dan kode etik.

(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.

Pasal 78

(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat dikenai sanksi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.

(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat dikenai sanksi sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.

(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) mempunyai hak membela diri.

Pasal 79

(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 59, dan Pasal 71 diberi sanksi administratif oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Sanksi administratif bagi penyelenggara pendidikan dapat berupa:

a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 80

(1) Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini:

a. Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional dan maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun atau sampai guru tersebut telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

b. Dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional dan maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun atau sampai guru tersebut telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

(3) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dialokasikan melalui APBN dan APBD.

Pasal 81

Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau diganti dengan peraturan baru berdasarkan undang-undang ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 82

(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi profesi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak undang-undang ini diundangkan;

(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.

Pasal 83

Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 84

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal —

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOESILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal —-

MENTERI HUKUM DAN HAM

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN – NOMOR –

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ……….. TAHUN ………

TENTANG

GURU DAN DOSEN

I. UMUM

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan: (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang; (3) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (4) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (5) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warganegara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.

Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia di masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan bermutu, oleh karena itu guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.

Dengan visi tersebut di atas, maka pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi sebagai berikut.

1. mengangkat martabat guru dan dosen ;
2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen ;
3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen ;
4. memajukan profesi serta dan karier guru dan dosen ;
5. meningkatkan mutu pembelajaran ;
6. meningkatkan mutu pendidikan nasional ;
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antar daerah dari segi jumlah, mutu, kompetensi, dan kualifikasi akademik ;
8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antar daerah ; dan
9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Untuk meningkatkan penghargaan terhadap pekerjaan guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimumnya, sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.

Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi: penegakan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen; perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan seperti tersebut di atas, maka diperlukan Undang-Undang ini memerlukan strategi yang meliputi:

1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi profesional;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen ;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional ;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional ;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat ;
8. penguatan tanggungjawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional ; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.

Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.

Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) pada ketentuan ini adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

huruf a.

Cukup jelas.

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas

huruf f.

Cukup jelas.

huruf g.

Cukup jelas.

huruf h.

Cukup jelas

huruf i.

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 8

Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.

Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.

Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4

Cukup Jelas.

Pasal 12

Cukup Jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Pasal 14

Ayat (1)

huruf a.

Cukup jelas.

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas

huruf f.

Cukup jelas.

huruf g.

Cukup jelas.

huruf h.

Cukup jelas.

huruf i.

Cukup jelas.

huruf j

Cukup jelas.

huruf k

. Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

Gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.

Tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.

Tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik penghasilan sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.

Tunjangan khusus adalah kompensasi bagi guru yang bertugas di daerah khusus.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1) dan Ayat (4).

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1).

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru berupa kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat akademik untuk menempuh pendidikan di satuan pendidikan tertentu.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 20

Huruf a.

Cukup jelas

Huruf b.

Cukup jelas

Huruf c.

Cukup jelas

Huruf d.

Cukup jelas

Huruf e.

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Ayat (2)

huruf a.

Cukup jelas.

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 33

Cukup Jelas.

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Pasal 42

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 44

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Pasal 45

Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang tidak mengganggu guru dalam melaksanakan tugasnya.

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 47

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b.

Cukup jelas.

Huruf c.

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada perguruan tinggi tertentu.

Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada perguruan tinggi tertentu

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud secara langsung adalah tanpa berjenjang.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 51

Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

Gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.

Tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.

Tunjangan profesi adalah penghasilan sebagai penghargaan atas profesi guru yang ditetapkan berdasarkan tingkat profesionalitas.

Tunjangan khusus adalah kompensasi bagi guru yang bertugas di daerah terpencil, daerah konflik, daerah yang mengalami bencana alam, atau keadaan darurat lainnya.

Maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lainnya.

Tunjangan khusus dimaksudkan sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya di daerah khusus..

konkordan

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4).

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 58

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.

Yang dimaksud dengan pendanaan dan fasilitas khusus adalah alokasi biaya dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang mendalami ilmu langka tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 59

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 60

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 63

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas

huruf e.

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 68

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 69

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 72

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 73

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 74

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 75

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 76

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 77

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas.

huruf f.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 78

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas.

huruf e.

Cukup jelas.

huruf f.

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 79

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

huruf b.

Cukup jelas.

huruf c.

Cukup jelas.

huruf d.

Cukup jelas.

Pasal 80

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 83

Cukup jelas

Pasal 84

Cukup jelas

UU NO. 14/2005 TENTANG GURU DAN DOSEN « SMPN 1 SINGAJAYA.

Andalan

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (UUSPN) NO. 20 TAHUN 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2003
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;

b. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;

c. bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;

d. bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

5. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

9. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

10. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

12. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

14. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

15. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.

16. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

17. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

18. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.

19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

21. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

23. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.

24. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.

25. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

26. Warga negara adalah warga negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

27. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

28. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

29. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.

30. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.

BAB II

DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN

Pasal 2

Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB III

PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Pasal 4

(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.

(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

BAB IV

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH

Bagian Kesatu

Hak dan Kewajiban Warga Negara

Pasal 5

(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

(3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Pasal 6

(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Orang Tua

Pasal 7

(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.

(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.

Bagian Ketiga

Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 8

Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

Pasal 9

Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Bagian Keempat

Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Pasal 10

Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

BAB V

PESERTA DIDIK

Pasal 12

(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;

b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;

c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;

f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

(2) Setiap peserta didik berkewajiban:

a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;

b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(4) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB VI

JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 13

(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.

Pasal 14

Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pasal 15

Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Pasal 16

Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Bagian Kedua

Pendidikan Dasar

Pasal 17

(1) Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

(3) Ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Ketiga

Pendidikan Menengah

Pasal 18

(1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.

(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

(3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Keempat

Pendidikan Tinggi

Pasal 19

(1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

(2) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.

Pasal 20

(1) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.

(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

(3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

(4) Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 21

(1) Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.

(2) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.

(3) Gelar akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.

(4) Penggunaan gelar akademik, profesi, atau vokasi lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.

(5) Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.

(6) Gelar akademik, profesi, atau vokasi yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sah.

(7) Ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 22

Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.

Pasal 23

(1) Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.

Pasal 24

(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.

(2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.

(3) Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.

(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 25

(1) Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi.

(2) Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kelima

Pendidikan Nonformal

Pasal 26

(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. `

(4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

(5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

(6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

(7) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Keenam

Pendidikan Informal

Pasal 27

(1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Ketujuh

Pendidikan Anak Usia Dini

Pasal 28

(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.

(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kedelapan

Pendidikan Kedinasan

Pasal 29

(1) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

(2) Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

(3) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.

(4) Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kesembilan

Pendidikan Keagamaan

Pasal 30

(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

(5) Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kesepuluh

Pendidikan Jarak Jauh

Pasal 31

(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

(2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.

(3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kesebelas

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.

Pasal 32

(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

(2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah

BAB VII

BAHASA PENGANTAR

Pasal 33

(1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.

(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.

(3) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.

BAB VIII

WAJIB BELAJAR

Pasal 34

(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB IX

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Pasal 35

(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

(3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.

(4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB X

KURIKULUM

Pasal 36

(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

a. peningkatan iman dan takwa;

b. peningkatan akhlak mulia;

c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;

d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;

e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

f. tuntutan dunia kerja;

g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

h. agama;

i. dinamika perkembangan global; dan

j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 37

(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:

a. pendidikan agama;

b. pendidikan kewarganegaraan;

c. bahasa;

d. matematika;

e. ilmu pengetahuan alam;

f. ilmu pengetahuan sosial;

g. seni dan budaya;

h. pendidikan jasmani dan olahraga;

i. keterampilan/kejuruan; dan

j. muatan lokal.

(2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:

a. pendidikan agama;

b. pendidikan kewarganegaraan; dan

c. bahasa.

(3) Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 38

(1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.

(2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

(3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.

(4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.

BAB XI

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Pasal 39

(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

(2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Pasal 40

(1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;

b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;

d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan

e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

(2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:

a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;

b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan

c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Pasal 41

(1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.

(2) Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

(4) Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 42

(1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.

(3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 43

(1) Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.

(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

(3) Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 44

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

(2) Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.

BAB XII

SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

Pasal 45

(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.

(2) Ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana pendidikan pada semua satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB XIII

PENDANAAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Tanggung Jawab Pendanaan

Pasal 46

(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kedua

Sumber Pendanaan Pendidikan

Pasal 47

(1) Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.

(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Ketentuan mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Ketiga

Pengelolaan Dana Pendidikan

Pasal 48

(1) Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.

(2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Keempat

Pengalokasian Dana Pendidikan

Pasal 49

(1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

(2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

(3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB XIV

PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 50

(1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.

(2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.

(3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.

(4) Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.

(5) Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

(6) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.

(7) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 51

(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.

(2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.

(3) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 52

(1) Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

(2) Ketentuan mengenai pengelolaan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kedua

Badan Hukum Pendidikan

Pasal 53

(1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.

(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.

(4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri.

BAB XV

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 54

(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kedua

Pendidikan Berbasis Masyarakat

Pasal 55

(1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.

(2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

(5) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Ketiga

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah

Pasal 56

(1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.

(2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.

(3) Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

(4) Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB XVI

EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI

Bagian Kesatu

Evaluasi

Pasal 57

(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

Pasal 58

(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

(2) Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

Pasal 59

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

(2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.

(3) Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kedua

Akreditasi

Pasal 60

(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

(2) Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

(3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.

(4) Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Bagian Ketiga

Sertifikasi

Pasal 61

(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.

(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.

(3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.

(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB XVII

PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN

Pasal 62

(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau pemerintah daerah.

(2) Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan.

(3) Pemerintah atau pemerintah daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Ketentuan mengenai pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pasal 63

Satuan pendidikan yang didirikan dan diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara lain menggunakan ketentuan undang-undang ini.

BAB XVIII

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN

Pasal 64

Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bagi peserta didik warga negara asing, dapat menggunakan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.

Pasal 65

(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Lembaga pendidikan asing pada tingkat pendidikan dasar dan menengah wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik warga negara Indonesia.

(3) Penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola warga negara Indonesia.

(4) Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB XIX

PENGAWASAN

Pasal 66

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan, dan komite sekolah/madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.

(3) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

BAB XX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 67

(1) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan masih beroperasi dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Penyelenggara pendidikan yang memberikan sebutan guru besar atau profesor dengan melanggar Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 68

(1) Setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(4) Setiap orang yang memperoleh dan/atau menggunakan sebutan guru besar yang tidak sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) dan/atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 69

(1) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 70

Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 71

Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

BAB XXI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 72

Penyelenggaraan pendidikan yang pada saat undang-undang ini diundangkan belum berbentuk badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang yang mengatur badan hukum pendidikan.

Pasal 73

Pemerintah atau pemerintah daerah wajib memberikan izin paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan formal yang telah berjalan pada saat undang-undang ini diundangkan belum memiliki izin.

Pasal 74

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.

BAB XXII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 75

Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan undang-undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.

Pasal 76

Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang-Undang Nomor 48/Prp./1960 tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 77

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 8 Juli 2003

UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (UUSPN) NO. 20 TAHUN 2003 « SMPN 1 SINGAJAYA.

Pengumuman Pelaksanaan Tes Psikologi Rekrutmen Eksternal Tingkat D3/S1 Tahun 2012 – Job Fair Universitas Airlangga

Pengumuman Pelaksanaan Tes Psikologi Rekrutmen Eksternal Tingkat D3/S1 Tahun 2012 – Job Fair Universitas Airlangga

Kembali

Berdasarkan Hasil Seleksi Tahap I (Administrasi) Rekrut Eksternal Tingkat D3/S1 Tahun 2012 PT. Kereta Api Indonesia (Persero), yang berasal dari pelamar Job fair di Universitas Airlangga Surabaya tanggal 20 s.d 22 Maret 2012, yang dinyatakan lulus dan dapat mengikuti Seleksi Tahap II (Tes Psikologi), sebagaimana daftar dibawah ini.

Pelaksanaan Seleksi Tahap II (Tes Psikologi) :
Hari : Sabtu dan Minggu (sesuai daftar terlampir)
Tanggal : 12 dan 13 Mei 2012 (sesuai daftar terlampir)
Pukul : 06.30 WIB s/d selesai

Lokasi Tes

:

Kampus B UNAIR Fak. FISIP (Fak. Ilmu Sosial dan Politik) Jl. Darmawangsa Dalam Selatan Surabaya.

Ketentuan

:

1.

Pada saat mengikuti seleksi tahap II. peserta wajib bersepatu dan berpakaian : kemeja putih. celana warna hitam/gelap.

2.

Membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Bukti Identitas lain yang masih berlaku.
3 Peserta membawa alat tulis berupa Pensil 2B, HB, Peraut, Penghapus dan Pulpen.
4 Membawa Pas Foto Uk. 4 x 6 Berwarna 4 (empat) lembar.

Keterangan
: Penetapan Kelulusan Seleksi Tahap II (Tes Psikologi) akan diumumkan pada tanggal 31 Mei 2012 melalui website http://rekrut.kereta-api.co.id/

DAFTAR NOMINATIF LULUS ADMINISTRASI REKRUT EKTERNAL D3/S1 TAHUN 2012
DI LINGKUNGAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
NO NO TEST NAMA TEMPAT LAHIR TGL LAHIR
GELOMBANG I, TGL 12 MEI 2012 Lokasi : KAMPUS B UNAIR FAK FISIP (FAK. ILMU SOSIAL DAN POLITIK) Jl. DARMAWANGSA DALAM SELATAN SURABAYA
S1. ADMINISTRASI
1 2012.SADM.001 LAILATUL ISNAINI SIDOARJO 19/05/1990
2 2012.SADM.002 MARSA DITA ALFIANTO MADIUN 02/03/1989
3 2012.SADM.003 RAHIL AYU TRIANI SURABAYA 29/01/1987
S1. MANAJEMEN
4 2012.SMAN.001 ADIF SEPTIAN TRIANTOMY MALANG 09/09/1989
5 2012.SMAN.002 ADINDA KUSUMA WARDANI SURABAYA 20/02/1989
6 2012.SMAN.003 AGUNG KUSUMA HADI MINAHASA 03/11/1987
7 2012.SMAN.004 AGUSTIN DYAH AYU NURCAHYANI TULUNGANGUNG 01/08/1989
8 2012.SMAN.005 AKHMAD TAUFIQ HARIYADI SIDOARJO 20/06/1985
9 2012.SMAN.006 AKIRAKA RAMADHAN MOJOKERTO 02/06/1988
10 2012.SMAN.007 ALDILA DWI JAYANTI LAMONGAN 30/05/1989
11 2012.SMAN.008 ALDINO PRAYUDA LAMONGAN 18/08/1985
12 2012.SMAN.009 ANANG WAHYU SETIO SURABAYA 10/05/1986
13 2012.SMAN.010 ANANTA KARTAWINATA MANADO 04/02/1988
14 2012.SMAN.011 ANDI KURNIAWAN BLITAR 17/04/1989
15 2012.SMAN.012 ANGGUN PUTRI UTAMI SURABAYA 20/01/1990
16 2012.SMAN.013 ANINDHITA SARASWATI LUMAJANG 31/12/1990
17 2012.SMAN.014 ANIS AGUSTIN JOMBANG 02/08/1988
18 2012.SMAN.015 ANTIKA AYU NURVIAN MAGETAN 16/03/1988
19 2012.SMAN.016 ARIEF NUGROHO PROBOLINGGO 27/01/1986
20 2012.SMAN.017 ARISTA WIDIANTI SURABAYA 12/04/1988
21 2012.SMAN.018 ASTARI MEIDI SWASTIANI TULUNGANGUNG 21/05/1988
22 2012.SMAN.019 AULIA WIDIASTUTI CIREBON 08/03/1989
23 2012.SMAN.020 AZWAR EFFENDI SURABAYA 07/01/1988
24 2012.SMAN.021 BAGUS PRASETYO MOJOKERTO 23/09/1985
25 2012.SMAN.022 BAHTERA KURNIAWAN PUTRA BANDUNG 13/08/1985
26 2012.SMAN.023 BAMBANG SUTRISNO BANYUWANGI 15/04/1989
27 2012.SMAN.024 BAYU AJI CHANDRA JAKARTA 03/01/1990
28 2012.SMAN.025 BAYU AJI KURNIAWAN TULUNGAGUNG 11/07/1989
29 2012.SMAN.026 BINTI AYU FARIDA KEDIRI 07/08/1989
30 2012.SMAN.027 BRAMA DIPUTRA SURABAYA 27/06/1986
31 2012.SMAN.028 BUDIHARTO FAJAR MUMPUNI SURABAYA 20/12/1988
32 2012.SMAN.029 CAHYO DWI SETIO DUMAI 05/01/1990
33 2012.SMAN.030 CHARISMA ARDI ALI TULUNGAGUNG 12/05/1987
34 2012.SMAN.031 CHRISKY PUSPITA SARI MALANG 08/05/1990
35 2012.SMAN.032 DANANG SATYA DHARMA SURABAYA 25/05/1986
36 2012.SMAN.033 DANIAR DIAN PRAWARDANI JEMBER 03/08/1986
37 2012.SMAN.034 DEMMY ARLIANSYAH TUBAN 15/03/1990
38 2012.SMAN.035 DENNY AMARULLAH MALANG 03/08/1987
39 2012.SMAN.036 DEWI ENDAYANI NGANJUK 07/07/1989
40 2012.SMAN.037 DHENA FENCY AMIERIKE KEDIRI 08/12/1989
41 2012.SMAN.038 DINA RATNA FURI KEDIRI 25/05/1989
42 2012.SMAN.039 DINDA AYU NATASYA SURABAYA 25/12/1988
43 2012.SMAN.040 DODY PARAMAARTA NGANJUK 02/07/1987
44 2012.SMAN.041 DWI ADI PAMUNGKAS GRESIK 07/11/1990
45 2012.SMAN.042 DWI RACHMANINGSIH PURBALINGGA 09/06/1988
46 2012.SMAN.043 DWIATMA PATRIAWAN SURABAYA 18/02/1989
47 2012.SMAN.044 ELOK FIJAYANTI PONOROGO 20/05/1988
48 2012.SMAN.045 ELOK FIJAYANTI PONOROGO 20/05/1988
49 2012.SMAN.046 EMMANUELLA ENDAH PURWANINGSIH MALANG 19/07/1989
50 2012.SMAN.047 ERLANGGA ADRIADI LOMBOK TENGAH 21/01/1988
51 2012.SMAN.048 FADIOLLA FIRDA SURABAYA 29/10/1988
52 2012.SMAN.049 FAISAL LEGAL JOMBANG 15/02/1990
53 2012.SMAN.050 FEBRI HERU PURWANTO MALANG 20/02/1989
54 2012.SMAN.051 FEVTRI SULISTYANINGSIH JEMBER 20/02/1989
55 2012.SMAN.052 FIDA AFFA ARIF SIDOARJO 24/05/1988
56 2012.SMAN.053 FRELDY SANTOSO NGANJUK 25/02/1986
57 2012.SMAN.054 GIGIH PRIHANTONO SURABAYA 07/01/1988
58 2012.SMAN.055 HARFINA ROMADHINI MOJOKERTO 02/04/1991
59 2012.SMAN.056 HESTI SULISTYA WARDANI KLATEN 27/09/1989
60 2012.SMAN.057 I WAYAN YEREMIA NATAWIBAWA MALANG 05/12/1987
61 2012.SMAN.058 IBRAHIM DANUBRATA SURABAYA 12/08/1986
62 2012.SMAN.059 INDAR LINA SARI SURABAYA 05/08/1988
63 2012.SMAN.060 INES NATHASIA OKTAVIANI SURABAYA 02/10/1989
64 2012.SMAN.061 INTAN MUSTIKA NIRWANA SURABAYA 17/07/1988
65 2012.SMAN.062 ISLACHUL HIDAYAH GRESIK 05/10/1987
66 2012.SMAN.063 JUFFIKA CAESAR SURABAYA 12/06/1985
67 2012.SMAN.064 JUNIDA PUTRA AB BANYUWANGI 12/06/1989
68 2012.SMAN.065 KHOIRUL ROHIMA BONTANG 11/07/1989
69 2012.SMAN.066 LEONIE MARTHA SISWANTO SURABAYA 06/01/1986
70 2012.SMAN.067 LISTYA ANJALI HARDELINA BANDUNG 11/04/1990
71 2012.SMAN.068 LUCKY FABIAN CIREBON 27/02/1989
72 2012.SMAN.069 MARIO GABRIEL MASELA SURABAYA 01/08/1988
73 2012.SMAN.070 MARRY YOUWENTHY KARTIKA SURYA SURABAYA 27/08/1986
74 2012.SMAN.071 MIFTAKHUR ROKHMAN BONTANG 24/10/1988
75 2012.SMAN.072 MOCHAMMAD ALDY ANWAR BANYUWANGGI 11/11/1988
76 2012.SMAN.073 MOCHAMMAD ALFI YUSUF SIDOARJO 30/01/1987
77 2012.SMAN.074 MOHAMMAD IQBAL RAHMAT WIRYAWAN SURABAYA 12/12/1985
78 2012.SMAN.075 MUFIDA ACHMAD BLITAR 07/08/1989
79 2012.SMAN.076 MUHAMMAD FACHRUDIN NUR SURABAYA 19/01/1983
80 2012.SMAN.077 MUKTI ARIWIBOWO MOJOKERTO 20/02/1988
81 2012.SMAN.078 NICHOLAS GERRY PRADIGMA MALANG 26/11/1986
82 2012.SMAN.079 NUGRAHA TRI PRAYOGA LUMAJANG 27/07/1987
83 2012.SMAN.080 NURMALIA INDAH FITRIANA SIDOARJO 09/05/1989
84 2012.SMAN.081 PANDU DAMASELA SURABAYA 11/12/1989
85 2012.SMAN.082 PANDU RATNA JUWITA JEMBER 11/04/1988
86 2012.SMAN.083 PETTY WINDA MEIRINDA JEMBER 22/05/1988
87 2012.SMAN.084 R. ARYO PRAKOSO SURABAYA 03/09/1989
88 2012.SMAN.085 R. HENDY CESAR BANDUNG 29/09/1984
89 2012.SMAN.086 RAHMAWATI MALANG 10/04/1988
90 2012.SMAN.087 RENI KUSUMA WARDHANI SURABAYA 22/04/1989
91 2012.SMAN.088 RIADINA TRIWORO PUTRI SURABAYA 28/04/1989
92 2012.SMAN.089 RICHARD APRIANUS MANULLANG SURABAYA 04/04/1988
93 2012.SMAN.090 RIDHO HARDIYANTO JAKARTA 01/03/1987
94 2012.SMAN.091 RINA TANIA PONOROGO 16/12/1987
95 2012.SMAN.092 RIZKY WIRADANA SURABAYA 06/12/1987
96 2012.SMAN.093 ROMA ALI SALMANIE SURABAYA 26/04/1989
97 2012.SMAN.094 ROSALINA NUR ANNISA BANDUNG 28/01/1988
98 2012.SMAN.095 RUDI FITRIANTO JOMBANG 30/05/1987
99 2012.SMAN.096 SETIABUDI SURABAYA 13/03/1985
100 2012.SMAN.097 SITI AISYAH SUMENEP 25/04/1990
101 2012.SMAN.098 SITI FATIMAH BANGKALAN 27/09/1987
102 2012.SMAN.099 STEVALDO GILBERT SIAHAYO SAMARINDA 01/03/1989
103 2012.SMAN.100 SYAHRINA HARUMI SIDOARJO 06/09/1986
104 2012.SMAN.101 TAUFAN FIRDAUS PRADANA BONTANG 10/07/1989
105 2012.SMAN.102 TITIK SIWI NUGRAHINI NGANJUK 28/11/1987
106 2012.SMAN.103 VINI PURWANINTYAS SURABAYA 15/05/1989
107 2012.SMAN.104 WHINI ATHIASARI TUBAN 09/10/1989
108 2012.SMAN.105 YEMIMA GABRIELA MASELA SURABAYA 30/10/1989
109 2012.SMAN.106 YESSINDA OKTARIA MOJOKERTO 08/10/1989
110 2012.SMAN.107 YUANITA RYANTINI SIDOARJO 23/06/1988
111 2012.SMAN.108 YUSNISA ASA NURINA MALANG 15/12/1988
S1. AKUNTANSI
112 2012.SEAK.001 ACHMAD ARIF RACHMAN SURABAYA 19/11/1989
113 2012.SEAK.002 ACHMAD WICAKSONO SURABAYA 02/01/1989
114 2012.SEAK.003 ADE ZULFIKAR ABRAHAM IQBAL SURABAYA 13/07/1990
115 2012.SEAK.004 ADHIE HARI GUMILAR SURABAYA 18/11/1987
116 2012.SEAK.005 ADITYA HERMAWAN JOMBANG 07/08/1987
117 2012.SEAK.006 ADITYO BAGUS NUGROHO SURABAYA 22/10/1989
118 2012.SEAK.007 AISYAH DEWI SEPTIANA SURABAYA 19/09/1990
119 2012.SEAK.008 AKPRILINY KUSHARDHANTI MADIUN 03/10/1987
120 2012.SEAK.009 ALAN RANENDYA KUSUMA TEMANGGUNG 03/07/1989
121 2012.SEAK.010 ALIF RAHMAN PURNAMA BAKTI KENDARI 24/12/1987
122 2012.SEAK.011 AMRI HARDIANSYAH SURABAYA 15/02/1988
123 2012.SEAK.012 ANANDA DWI RIZKY AMELIA SURABAYA 23/08/1988
124 2012.SEAK.013 ANAS FIRMANSYAH SURABAYA 28/04/1988
125 2012.SEAK.014 ANDREAN FEBRIASRTO SURABAYA 25/02/1989
126 2012.SEAK.015 ANDRIAN MUSTIKA FANI MAGETAN 16/01/1990
127 2012.SEAK.016 ANGGI KARTIKA SARI PURWOREJO 29/06/1990
128 2012.SEAK.017 ANGGI OKTA SETIAWAN SURABAYA 29/08/1989
129 2012.SEAK.018 ANGGUN SULISTYORINI SURABAYA 18/07/1987
130 2012.SEAK.019 ANGKAH RIANI PUTRI B. JAKARTA 15/10/1990
131 2012.SEAK.020 ANNISA NAILUFARY SURABAYA 11/01/1989
132 2012.SEAK.021 ANTOK BUDI PRASETYO SURABAYA 30/08/1990
133 2012.SEAK.022 ANTONIUS RISTYAN HENDRA SETIAWAN PROBOLINGGO 01/05/1989
134 2012.SEAK.023 APRILINA DEWI ERNAWATIN SURABAYA 18/04/1987
135 2012.SEAK.024 ARETHA CHRISTY DOMAS KEDIRI 28/05/1989
136 2012.SEAK.025 ARI RAHMARATRI P. SURABAYA 26/09/1988
137 2012.SEAK.026 ARIEF NAZAFA ALDA MATARAM 02/06/1989
138 2012.SEAK.027 ARIF YUSUF FUADILLAH SURABAYA 14/12/1988
139 2012.SEAK.028 ARINDRI KUSUMANINGTYAS BANYUWANGI 14/09/1988
140 2012.SEAK.029 ATIK RINDARSIH PURBALINGGA 24/08/1989
141 2012.SEAK.030 ATIKA WILMADANTY RINANDYARUM KULON PROGO 21/01/1990
142 2012.SEAK.031 AULIA OCTO REZANDY SURABAYA 12/10/1988
143 2012.SEAK.032 AYU LAYLA ARYANI SURABAYA 02/01/1990
144 2012.SEAK.033 AYUNDHA RATNA KUSUMA SURABAYA 03/01/1990
145 2012.SEAK.034 BIMO SETIO UTOMO SURABAYA 20/01/1990
146 2012.SEAK.035 CHUSWATUN CHASANAH SIDOARJO 09/07/1990
147 2012.SEAK.036 DAHNIAR KUSUMASTUTI KEDIRI 03/12/1987
148 2012.SEAK.037 DARA ENGGAL HERLAWATI KUPANG 26/06/1990
149 2012.SEAK.038 DEASY MAYANG SARI MADIUN 28/12/1989
150 2012.SEAK.039 DEBY NURYASIN SURABAYA 02/04/1989
151 2012.SEAK.040 DEDI DARMAWAN SURABAYA 28/12/1989
152 2012.SEAK.041 DENDY ARDIANSYAH KURNIAWAN JOMBANG 07/08/1989
153 2012.SEAK.042 DENNI PRAMUDITA WIJAYA PASURUAN 30/04/1988
154 2012.SEAK.043 DESSY HARDIANTI AMILIA SURABAYA 14/12/1989
155 2012.SEAK.044 DEWI RYAN AGUSTIN SIDOARJO 02/08/1990
156 2012.SEAK.045 DEWI SUHARTININGSIH SURABAYA 01/09/1990
157 2012.SEAK.046 DIAH PRAMITA ARIYANTI MADIUN 25/08/1987
158 2012.SEAK.047 DIAN KURNIASARI SURABAYA 03/09/1990
159 2012.SEAK.048 DIANITA MEIRINI SURABAYA 27/05/1987
160 2012.SEAK.049 DIMAS FERDIAN SURABAYA 22/06/1987
161 2012.SEAK.050 DIMAS HARRYBOWO PANGKAL PINANG 21/05/1984
162 2012.SEAK.051 DIMAS PRAYODHIA SANWASI PASURUAN 25/01/1990
163 2012.SEAK.052 DJUNAEDI OKTAVIYANTO SURABAYA 03/10/1988
164 2012.SEAK.053 DODY YOGA PRASETYO SANTORO SURABAYA 26/04/1989
165 2012.SEAK.054 DWI SUHARYADI SIDOARJO 28/06/1989
166 2012.SEAK.055 DWI SUHARYADI SIDOARJO 28/06/1989
167 2012.SEAK.056 DYAN FEBRINA KUSUMADEWI SURABAYA 08/02/1989
168 2012.SEAK.057 DYANING RIZKA FEBRININGTYAS SIDOARJO 21/02/1990
169 2012.SEAK.058 EKKY IRAWAN PUTRA SURABAYA 11/08/1989
170 2012.SEAK.059 ELDIZA AUGUSTIN VIRDIANTI SURABAYA 31/08/1990
171 2012.SEAK.060 ELOK MASRURROH JOMBANG 27/06/1988
172 2012.SEAK.061 ELSA FARIDA SURABAYA 01/09/1986
173 2012.SEAK.062 EMILIYA AGUSTINE PUSPITASARI SURABAYA 21/08/1990
174 2012.SEAK.063 ENDAH DIAN PURWATI GARUT 15/05/1990
175 2012.SEAK.064 ENDAH TRI WARDHANI BONDOWOSO 30/08/1989
176 2012.SEAK.065 ERLIENA WIDYANTI SURABAYA 14/01/1986
177 2012.SEAK.066 ERNI LUTFIYAH SURABAYA 04/06/1989
178 2012.SEAK.067 ERWINDA JANUWARTI PUTRI SIDOARJO 05/01/1988
179 2012.SEAK.068 EVA ERNAWATI TULUNGAGUNG 08/09/1990
180 2012.SEAK.069 FAIQOH ROHMANIYAH GRESIK 24/02/1989
181 2012.SEAK.070 FATMA NOVITASARI PRIVIA BONDOWOSO 03/11/1983
182 2012.SEAK.071 FIRDAUS ARVIDIAN PURNOMO SURABAYA 18/10/1989
183 2012.SEAK.072 FIRMAN PRATAMA SURABAYA 12/05/1987
184 2012.SEAK.073 FITRI RESTIANI BANYUWANGI 08/05/1989
185 2012.SEAK.074 HARIDIAN YULIATHA RAKHMAWATI SURABAYA 12/07/1989
186 2012.SEAK.075 HARUN PAMUNGKAS APRIYANTO JAKARTA 01/04/1990
187 2012.SEAK.076 HAYU CITRA NINGRUM SURABAYA 19/11/1991
188 2012.SEAK.077 ICE TRISNOWATI SURABAYA 18/10/1988
189 2012.SEAK.078 IFRIL RACHMAN SURABAYA 26/06/1988
190 2012.SEAK.079 IIM MA’RIFATUL AULIYAH SIDOARJO 27/02/1990
191 2012.SEAK.080 IIN FERINA SURABAYA 04/02/1990
192 2012.SEAK.081 IIN LAYFASAH SURABAYA 23/07/1990
193 2012.SEAK.082 IKA MAYA KURNIAWATI SEMARANG 04/05/1989
194 2012.SEAK.083 IKA YULITA SARI BLORA 23/12/1990
195 2012.SEAK.084 ILHAM SHOLEH NGAWI 27/12/1987
196 2012.SEAK.085 INEKE DYAN OKTAVIANA BLITAR 17/10/1990
197 2012.SEAK.086 INET MARYANA LUHMANINGTIAS PROBOLINGGO 03/12/1990
198 2012.SEAK.087 INTAN ETY PUTNAMASARI BONTANG 13/08/1988
199 2012.SEAK.088 IRFAN AZIZUL AZHAR SALATIGA 04/09/1989
200 2012.SEAK.089 IRMA DEVINA SURABAYA 02/09/1990
201 2012.SEAK.090 IRMA DWI OKTAVIA PASURUAN 20/10/1989
202 2012.SEAK.091 ISWANTO PRIYO PRAKOSO MALANG 21/12/1989
203 2012.SEAK.092 ITA NUR KHASANAH SURABAYA 22/07/1987
204 2012.SEAK.093 IVAN EKA PARAMA BHAKTI TEMANGGUNG 29/08/1989
205 2012.SEAK.094 IVAN FERDYAN BANGKALAN 18/07/1990
206 2012.SEAK.095 IWAN FADLI ROHAYADI MATARAM 18/11/1986
207 2012.SEAK.096 JAYANTI RIA PRATIWI SURABAYA 23/01/1989
208 2012.SEAK.097 JULIYANTI BENGKALIS 16/07/2010
209 2012.SEAK.098 KARTIKA KHAIRANI TANGERANG 13/01/1991
210 2012.SEAK.099 KARTIKA SHABHARI SURABAYA 14/10/1988
211 2012.SEAK.100 KRISTIAN ESCHA PUTRANTO PASURUAN 26/11/1989
212 2012.SEAK.101 KURNIA EKA WULANDARI MALANG 22/05/1990
213 2012.SEAK.102 KYLA KOMALA JOMBANG 10/01/1988
214 2012.SEAK.103 LINDA CRISTINAH GRESIK 26/03/1990
215 2012.SEAK.104 LISTYA VIGRA PRADINA SURABAYA 10/12/1990
216 2012.SEAK.105 LUTFI RATNA WULANSARI KEDIRI 17/04/1988
217 2012.SEAK.106 M KANZUL FIKRI PONOROGO 10/08/1989
218 2012.SEAK.107 MADE AYU WIDHYANI JAKARTA 20/10/1989
219 2012.SEAK.108 MAHDA HIMMATULINA GRESIK 13/05/1986
220 2012.SEAK.109 MAHRUS SYAMSUDIN NUR PASURUAN 04/09/1989
221 2012.SEAK.110 MAYA NOVITASARI SURABAYA 05/11/1987
222 2012.SEAK.111 MAYESTICHA FITRI UTOMO SIDOARJO 19/05/1988
223 2012.SEAK.112 MEGA DWI HARYANTI SIDOARJO 30/08/1989
224 2012.SEAK.113 MEGA FITRIA KUSUMA WARDANI MADIUN 08/05/1989
225 2012.SEAK.114 MELLYANA WAHYUNI BANYUWANGI 15/04/1990
226 2012.SEAK.115 MERYSSA JULITASARI SURABAYA 01/07/1989
227 2012.SEAK.116 MILKA ANDREA ERRIDANI GRESIK 30/10/1987
228 2012.SEAK.117 MOCH. ISMAIL FAHMI SURABAYA 09/06/1990
229 2012.SEAK.118 MUHAMMAD TAUFIQ ROMADHON YOGYAKARTA 07/04/1989
230 2012.SEAK.119 MUKHLAS DEDDY KURNIAWAN SURABAYA 25/12/1989
231 2012.SEAK.120 MUTIA KARTIKA SARI SURABAYA 25/12/1985
232 2012.SEAK.121 NANIN SETYOWATI MOJOKERTO 21/09/1990
233 2012.SEAK.122 NAWANG MARETA HABSARI MALANG 09/03/1990
234 2012.SEAK.123 NI MADE MAYA HARDIYANTI SIDOARJO 11/03/1991
235 2012.SEAK.124 NIA CHALISTA PALEMBANG 24/12/1988
236 2012.SEAK.125 NIARLYTA ARUM MUKTI WONOSOBO 27/10/1990
237 2012.SEAK.126 NOEKE DWI LARASATI SURABAYA 01/11/1990
238 2012.SEAK.127 NOURMA HADI SURYANING DEWI JOMBANG 10/09/1989
239 2012.SEAK.128 NOVAN ANDRIANTO SURABAYA 06/11/1990
240 2012.SEAK.129 NUNUN RIZQIYAH SIDOARJO 27/03/1988
241 2012.SEAK.130 NUR CHOLIFAH GRESIK 28/03/1990
242 2012.SEAK.131 NUR HIDAYANTI GRESIK 04/10/1989
243 2012.SEAK.132 NURINA AYUNINGTIYAS LUMAJANG 30/07/1990
244 2012.SEAK.133 NURISKA PRIMA YUSTISIA MADIUN 19/06/1988
245 2012.SEAK.134 NURUL HIKMAH GRESIK 13/07/1987
246 2012.SEAK.135 PIPIT WAHYU SEDYATI LAMONGAN 05/04/1986
247 2012.SEAK.136 PRATISTYA EPANING DYAH SURABAYA 18/01/1988
248 2012.SEAK.137 PRATIWI ARIEYANI SURABAYA 18/09/1990
249 2012.SEAK.138 PREMA PRADIKSA SURABAYA 14/03/1988
250 2012.SEAK.139 PUTRANTI BUDI MAYGARINDRA SURABAYA 30/05/1990
251 2012.SEAK.140 PUTRI MADITA SARI SURABAYA 29/07/1989
252 2012.SEAK.141 PUTRI WAHYUNINGSIH SURABAYA 09/03/1990
253 2012.SEAK.142 RA. RATNA IKA PALUPI SURABAYA 17/01/1990
254 2012.SEAK.143 RACHMADIAN ADHA SURABAYA 31/08/1990
255 2012.SEAK.144 RAMA WIYUDHA NP NABIRE 08/04/1989
256 2012.SEAK.145 RAMA WIYUDHA NP. NABIRE 08/04/1989
257 2012.SEAK.146 RATIH SARTIKA SARI PONTIANAK 27/09/1989
258 2012.SEAK.147 RENDRA AGUNG BUDI PRABOWO PACITAN 18/07/1987
259 2012.SEAK.148 RENI DWI SUSANTI BOJONEGORO 20/01/1989
260 2012.SEAK.149 REVIKA FEBRI ARTHITA SURABAYA 08/02/1989
261 2012.SEAK.150 REZA PANANGIAN JAKARTA 01/09/1990
262 2012.SEAK.151 RIA HERLINA MALANG 10/11/1987
263 2012.SEAK.152 RIA SOFYANA GRESIK 24/04/1990
264 2012.SEAK.153 RIALDI AZHAR BANDAR LAMPUNG 11/11/1989
265 2012.SEAK.154 RICKY ANDIAN JEMBER 29/12/1989
266 2012.SEAK.155 RIDHO KUSUMA B. SURABAYA 10/11/1989
267 2012.SEAK.156 RIDWAN PRASETYO NUGROHO MALANG 26/10/1990
268 2012.SEAK.157 RIFQI KURNIASIH PRABUMULIH 18/11/1988
269 2012.SEAK.158 RIKI ANDIAN JEMBER 29/12/1989
270 2012.SEAK.159 RIO GATRA RAHARJA BLITAR 13/11/1989
271 2012.SEAK.160 RIO GERALDA YURISKI TANJUNGKARANG 20/09/1989
272 2012.SEAK.161 RIRIK RETNOWATI SURABAYA 06/07/1984
273 2012.SEAK.162 RISA PERMATA SURABAYA 03/04/1990
274 2012.SEAK.163 RISCA JANA SAZKIA SURABAYA 27/01/1990
275 2012.SEAK.164 RISMA MARTAYANA MADIUN 05/06/1989
276 2012.SEAK.165 RUSMANTO TANJUNG PINANG 10/06/1988
277 2012.SEAK.166 SARI MUSTIKANINGRUM SURABAYA 21/05/1990
278 2012.SEAK.167 SEKAR DJATI NGANJUK 16/02/1982
279 2012.SEAK.168 SEPTIAN TRI SUSANTO LAMONGAN 15/09/1991
280 2012.SEAK.169 SEPTY KURNIA FIDHAYATIN TUBAN 16/09/1990
281 2012.SEAK.170 SHINTA RAHMADHANI PUSPITASARI MADIUN 18/04/1990
282 2012.SEAK.171 SITI NURCHANIFIA SURABAYA 02/07/1990
283 2012.SEAK.172 SOFYANSYAH SURABAYA 23/02/1990
284 2012.SEAK.173 SORAYA KHAIRUNNISA TRENGGALEK 31/12/1988
285 2012.SEAK.174 SURYA GUMILANG HARI WICAKSANA SURAKARTA 02/10/1986
286 2012.SEAK.175 SYAHRIAL BRIOSANDHI SURABAYA 14/01/1989
287 2012.SEAK.176 TENTA DEWI PERMADI SURABAYA 17/10/1986
288 2012.SEAK.177 TITANIA CASANDHIKA UJUNG PANDANG 05/12/1989
289 2012.SEAK.178 TRI PRATIWI HIDAYATUN ILMIATIN PROBOLINGGO 05/11/1988
290 2012.SEAK.179 ULISA DYAH SITA WARDHANI BANJARMASIN 05/05/1987
291 2012.SEAK.180 ULVA RHIZQHI ABADI BANGKALAN 18/01/1991
292 2012.SEAK.181 UNTAR YUDHA NUGRAHA PACITAN 29/07/1987
293 2012.SEAK.182 UWAES ALKARANI ARLANOSA KUPANG ` 17/12/1988
294 2012.SEAK.183 VERRA RINGATI AGUSTINA SIDOARJO 03/08/1990
295 2012.SEAK.184 VINA DAMAYANTI SUKANDAR BOGOR 18/01/1991
296 2012.SEAK.185 VINKA OKPITARIDA SURABAYA 11/11/1990
297 2012.SEAK.186 VINNE KARTIKA PRABANINGTIAS MALANG 10/11/1989
298 2012.SEAK.187 WAHYU PURNAPUSPITA MULYANING ASRI PASURUAN 11/06/1987
299 2012.SEAK.188 WAHYUNINGTIAS YULIANTI MADIUN 06/07/1988
300 2012.SEAK.189 WIDIA RAMADHANI SURABAYA 19/04/1989
301 2012.SEAK.190 WINA NURIKA NOVANTIYAH SURABAYA 15/11/1990
302 2012.SEAK.191 WINNY BELINYU 17/10/1986
303 2012.SEAK.192 WITA APRILIA JAKARTA 14/04/1990
304 2012.SEAK.193 WULAN AZIZAH MOJOKERTO 13/03/1989
305 2012.SEAK.194 YENI SURYANINGTYAS SURABAYA 06/01/1989
306 2012.SEAK.195 YENY DIAN PRISTYWATI BLITAR 31/12/1988
307 2012.SEAK.196 YESSICA RATNA AYU SORAYA PUTRI SURABAYA 12/01/1991
308 2012.SEAK.197 YOGIE SAMUEL MANALU BANDUNG 25/05/1989
309 2012.SEAK.198 YUANSARI EKA PUTRI KENDARI 13/05/1991
310 2012.SEAK.199 YULIAN SOGITA SURABAYA 30/07/1986
S1. TEKNIK ELEKTRO
311 2012.SELE.001 ACHMAD BAGUS KHOIRUL RIJAL MOJOKERTO 30/09/1989
312 2012.SELE.002 ACHMAD LUTFIANTO MOJOKERTO 29/03/1989
313 2012.SELE.003 ADENTA RAMALADI SURABAYA 15/04/1988
314 2012.SELE.004 ADIANTONO MATTA MEMBALA TANA TORAJA 22/08/1989
315 2012.SELE.005 ADITYA AGUNG NUGROHO BANGKALAN 05/08/1990
316 2012.SELE.006 ADRYAN NURDIEN SURABAYA 30/10/1990
317 2012.SELE.007 AGRA GAUTAMA SURABAYA 05/11/1989
318 2012.SELE.008 AGUS CAHYA SETYA BUDI LAMONGAN 03/04/1989
319 2012.SELE.009 AGUS SUMARDIYANTO NGAWI 19/08/1988
320 2012.SELE.010 AHMAD SHOLIHOL ABROR SURAKARTA 22/10/1989
321 2012.SELE.011 AHMAD SYIFAUL LUTHFIANA BREBES 10/04/1988
322 2012.SELE.012 AIDIL PRIMASETYA ARMIN SAMARINDA 04/08/1987
323 2012.SELE.013 AKHMAD AFISSUNANI MOJOKERTO 24/06/1989
324 2012.SELE.014 ALLADINA HAPSERY PAMEKASAN 24/10/1990
325 2012.SELE.015 AMALIA PADANG 09/10/1988
326 2012.SELE.016 AMINULLAH RAMADHAN SUNGAIPENUH 21/05/1987
327 2012.SELE.017 ANDHIKA WAHYU SATRIA MADIUN 02/03/1989
328 2012.SELE.018 ANESYA VIOLITA BANDUNG 13/09/1990
329 2012.SELE.019 ANGGARICA MUDJI PRATAMA MADIUN 05/09/1989
330 2012.SELE.020 ANISA RIZKY PEMULA PUTRI SURABAYA 09/07/1988
331 2012.SELE.021 ANNA VIA LUTVIA GRESIK 31/01/1991
332 2012.SELE.022 ANTON WIJAYA MAGETAN 13/10/1987
333 2012.SELE.023 ARDIAN FIRMANSYAH BOJONEGORO 21/01/1989
334 2012.SELE.024 ARIEF DWIJAYANTO PROBOLINGGO 06/12/1988
335 2012.SELE.025 ARIES TRI PRAWIJAYA PUTERA SURABAYA 20/04/1984
336 2012.SELE.026 ARIF ADRIYANTO PANE YOGYA 17/04/1979
337 2012.SELE.027 ARISTA NUGROHO MADIUN 19/12/1989
338 2012.SELE.028 ARKO SETIYO PRABOWO SURABAYA 18/11/1989
339 2012.SELE.029 ARYAWA PRASADA SUROSO KEDIRI 05/04/1988
340 2012.SELE.030 ASRI DEWAYANTI SURABAYA 31/12/1989
341 2012.SELE.031 ASRUL SYAFRIANTO MEDAN 07/01/1989
342 2012.SELE.032 ASTRY LIMAS YULIATI SURABAYA 15/07/1989
343 2012.SELE.033 BASKARA CAHYO WIDAGDO BANYUWANGI 07/06/1982
344 2012.SELE.034 BAYU BHIMANTARA CILACAP 26/10/1987
345 2012.SELE.035 CAKASANA ALIF BATHAMANTRI MOJOKERTO 18/10/1990
346 2012.SELE.036 CARENINA ZABO SURABAYA 14/12/1988
347 2012.SELE.037 CITRA DHIVASARI GRESIK 22/09/1989
348 2012.SELE.038 DANANG YUFAN HABIBI MAGELANG 09/09/1987
349 2012.SELE.039 DAVID ABRIMAN SIMATUPANG BATAM 05/10/1986
350 2012.SELE.040 DEKA ALPRAESKA MOJOKERTO 01/04/1990
351 2012.SELE.041 DIA PARAMITA PUTRI PALEMBANG 23/07/1987
352 2012.SELE.042 DIMAS AGENG PAMUNGKAS MALANG 19/05/1989
353 2012.SELE.043 DIMAS MULYO WIDYO SAPUTRO SIDOARJO 19/06/1988
354 2012.SELE.044 DUTA SATRIA YUSMIHAGA BOJONEGORO 26/09/1989
355 2012.SELE.045 DWI KURNIAWAN SURABAYA 09/09/1985
356 2012.SELE.046 DYAH AYU KUSUMANINGTYAS HARSONO SURABAYA 22/04/1990
357 2012.SELE.047 EDEN SOHUMUTUR LUMBANRAJA JOMBANG 09/04/1986
358 2012.SELE.048 EKO SUSANTO NGANJUK 07/10/1985
359 2012.SELE.049 ELLYSABETH JANUAR CHRISTINE SURABAYA 08/01/1990
360 2012.SELE.050 FAJAR AKHMAD FAUZI GRESIK 20/09/1988
361 2012.SELE.051 FEBRI ARDIANTO JOMBANG 22/04/1988
362 2012.SELE.052 FEBRIAN FAJAR LEKSMANA BLITAR 20/02/1988
363 2012.SELE.053 FEBRIAN GALIH CAHYO PUTRO MAGETAN 04/02/1989
364 2012.SELE.054 FEBRY ARDIANTO PASURUAN 15/02/1990
365 2012.SELE.055 FERRY ARDIKA NATANAEL BLITAR 18/12/1987
366 2012.SELE.056 FERY EFENDI HERMAWAN BANGKALAN 02/06/1988
367 2012.SELE.057 FIRMAN MATIINU SIGIT JOMBANG 18/09/1989
368 2012.SELE.058 FITRI PUSPITASARI PUTRI WONOGIRI 04/05/1989
369 2012.SELE.059 FRISKY ALFARIZY SURABAYA 28/06/1990
370 2012.SELE.060 FUJIANOOR MULYA PUTRA BANJARMASIN 22/07/1989
371 2012.SELE.061 GANANG DIAN PRATOMO REMBANG 07/03/1988
372 2012.SELE.062 GAYUH ZUNAN ASHARI PACITAN 02/08/1987
373 2012.SELE.063 HABIBURRAHMAN PEMATANG SIANTAR 19/12/1988
374 2012.SELE.064 HADI ALKAF PROBOLINGGO 29/01/1986
375 2012.SELE.065 HAMKA SURABAYA 29/09/1987
376 2012.SELE.066 HARNO PRATOMO MOJOKERTO 06/01/1991
377 2012.SELE.067 HARSYA RAMADHAN SURABAYA 16/05/1987
378 2012.SELE.068 HATMANTYO SARDANA SURABAYA 22/07/1989
379 2012.SELE.069 HAYATI AMALIA KEDIRI 21/09/1990
380 2012.SELE.070 HERY SETYO WIDODO NGANJUK 02/09/1989
381 2012.SELE.071 I GUSTI PUTU RAKA SUCAHYA MATARAM 12/06/1988
382 2012.SELE.072 I NYOMAN DHIMAS YUDHA SATRIA SURABAYA 20/05/1988
383 2012.SELE.073 IMAM SHABRI BANGKALAN 10/03/1988
384 2012.SELE.074 IMAM SUBEKTI JEMBER 01/11/1989
385 2012.SELE.075 IMAM WAHYUDI FARID PAMEKASAN 09/06/1990
386 2012.SELE.076 IMANDA RAHMA ARRUM MALANG 18/05/1989
387 2012.SELE.077 JOKO ASMAD PASURUAN 13/04/1985
388 2012.SELE.078 KAMAL SYARIF BANYUWANGI 13/06/1987
389 2012.SELE.079 KANDI RAHARDIYANTI SIDOARJO 20/08/1989
390 2012.SELE.080 KARINA MEYRITA DEWI SURABAYA 17/05/1989
391 2012.SELE.081 KHUSNUL SHOLIKAH SURABAYA 23/04/1989
392 2012.SELE.082 KURNIA PUJI NOVIANTI NGANJUK 12/11/1989
393 2012.SELE.083 LAURENT RIARA SIRAIT MEDAN 16/02/1984
394 2012.SELE.084 M. FAISAL A. BANDUNG 13/09/1987
395 2012.SELE.085 MANA HILUL IRFAN SIDOARJO 10/05/1989
396 2012.SELE.086 MASITHA ANNASTASIA JOMBANG 21/11/1988
397 2012.SELE.087 MEDIA RISKI FAUZIAH SURABAYA 28/09/1989
398 2012.SELE.088 MEYTHA IKA SARI SIDOARJO 22/05/1987
399 2012.SELE.089 MOCH FAJAR SANDYA PERMANA SURABAYA 21/08/1989
400 2012.SELE.090 MOCHAMMAD WAHYU JASADI PUTRA SURABAYA 15/03/1990
401 2012.SELE.091 MOHAMMAD DITO INDRAJATI PALEMBANG 10/05/1988
402 2012.SELE.092 MONIKA PUTRI DEWI BOJONEGORO 18/07/1989
403 2012.SELE.093 MUHAMAD AENURROFIQ ALATASY BREBES 29/06/1988
404 2012.SELE.094 MUHAMMAD FAISHAL ADITYO BANDUNG 13/09/1987
405 2012.SELE.095 MUHAMMAD IKHSAN BUKITTINGGI 21/12/1988
406 2012.SELE.096 MUHAMMAD NUR RAHMAN SURABAYA 07/03/1991
407 2012.SELE.097 MUSTAQBAL FARISI MALANG 28/12/1988
408 2012.SELE.098 NIKO PERMANA REDYKARI WAHYUDI MADIUN 07/05/1990
409 2012.SELE.099 NILAM MASTUTI ANGGRAENI PONOROGO 20/01/1989
410 2012.SELE.100 NOOR MAULIDA MASITHA BALIKPAPAN 26/10/1987
411 2012.SELE.101 NORA PUSPITA SYARI PELEMBANG 21/11/1988
412 2012.SELE.102 NUR AFIFAH KEDIRI 28/05/1988
413 2012.SELE.103 NUR YANUARINA SAVITRI DEWI KEDIRI 08/01/1988
414 2012.SELE.104 OKKY ARDI WICAKSONO JOMBANG 18/10/1989
415 2012.SELE.105 OKKY ARDI WICAKSONO JOMBANG 18/10/1989
416 2012.SELE.106 ONGGA IMATSU MOJOKERTO 09/07/1989
417 2012.SELE.107 QILDA FATHIYAH SURABAYA 10/03/1989
418 2012.SELE.108 RAGIL WIDIHARSO PATI 08/03/1989
419 2012.SELE.109 RETNAWATI BUKIT TINGGI 08/03/1987
420 2012.SELE.110 RIA PUASASI MALANG 09/04/1989
421 2012.SELE.111 RILLYA YULY ARDHITA SURABAYA 10/07/1990
422 2012.SELE.112 RIZADI SASMITA DARWIS PEKANBARU 10/04/1988
423 2012.SELE.113 ROHANA NINGTIYAS GRESIK 13/02/1988
424 2012.SELE.114 SANDRO SITOHANG PADANG 22/04/1988
425 2012.SELE.115 SARETTA NATHANIATASHA PRAWINDRIJO SURABAYA 23/08/1989
426 2012.SELE.116 SATRIA FAUZANA GRESIK 25/11/1988
427 2012.SELE.117 SHINTA KARTIKA SARI BLITAR 14/12/1989
428 2012.SELE.118 SI TEGUH WAHYUJATI TUBAN 18/08/1988
429 2012.SELE.119 SITI MAGHFIROH SURABAYA 10/01/1986
430 2012.SELE.120 SRI DWI EMELYA PADANG 06/02/1988
431 2012.SELE.121 SUPARDI SURABAYA 09/10/1986
432 2012.SELE.122 SUWITO MAGETAN 24/04/1989
433 2012.SELE.123 TAMARA MAHARANI PACITAN 14/06/1989
434 2012.SELE.124 TEGUH ANHALI LABADJA LUWUK 02/04/1987
435 2012.SELE.125 TRI HARYO PUTRA BENGKULU 08/07/1988
436 2012.SELE.126 TULUS PAMUJI LAKSONO SURABAYA 05/08/1987
437 2012.SELE.127 UTLIA RAHMAH SURABAYA 04/07/1991
438 2012.SELE.128 VERNANDEZ MOLEN HASIO TAMBUNAN SURABAYA 03/09/1984
439 2012.SELE.129 WIDYA ARIANTI TULUNGAGUNG 14/08/1988
440 2012.SELE.130 YOGI SAPURAHMAN NGANJUK 07/08/1986
441 2012.SELE.131 YUFLIHA DIAN AYUNISA BREBES 17/12/1988
S1. STATISTIK
442 2012.SSTA.001 AINY MAHMUDAH TUBAN 18/12/1988
443 2012.SSTA.002 ALFI KURNIA SIDOARJO 24/06/1988
444 2012.SSTA.003 ARDILLIANSAH HARI PRISTYANDANA SIDOARJO 10/05/1988
445 2012.SSTA.004 ARLISA JATI WULANDARI MADIUN 05/08/1988
446 2012.SSTA.005 DHINA OKTAVIANA P. SURABAYA 03/10/1988
447 2012.SSTA.006 DINA RACHMAWATI SANTOSO TULUNGAGUNG 09/12/1988
448 2012.SSTA.007 ERY SURYA NINGRUM KEDIRI 01/02/1990
449 2012.SSTA.008 FADILAH ASTI SIDOARJO 30/10/1987
450 2012.SSTA.009 FINDA QORI’AH PAMEKASAN 20/06/1990
451 2012.SSTA.010 HARY MEGA GANCAR PRAKOSA NGANJUK 19/11/1988
452 2012.SSTA.011 IKALIA SUGIHARTANTI JEMBER 16/05/1990
453 2012.SSTA.012 INDRA HERLANGGA MOJOKERTO 02/05/1987
454 2012.SSTA.013 INDRAWAN YANUAR SIDIQ SITUBONDO 27/01/1990
455 2012.SSTA.014 LAILI NOVITA PONOROGO 30/06/1989
456 2012.SSTA.015 MARIZA SELVIA DEWI GRESIK 28/03/1989
457 2012.SSTA.016 NUR SYAFRIDA JEMBER 16/12/1989
458 2012.SSTA.017 NURMA YUSSANTI MALANG 16/06/1989
459 2012.SSTA.018 PRANITA DIAN UTARI SITUBONDO 23/08/1990
460 2012.SSTA.019 RIZKI FITRIANA SURABAYA 08/07/1987
461 2012.SSTA.020 RIZQIYANTI RAMADANY JOMBANG 21/04/1990
462 2012.SSTA.021 SHABIRA MAYESTIKA ALFATH PONOROGO 28/06/1990
463 2012.SSTA.022 THERESIA DESY MULYANINGTIAS KEDIRI 01/12/1989
464 2012.SSTA.023 TRI HANDIYAH ISWARINI SIDOARJO 01/07/1989
465 2012.SSTA.024 VENI FREISTA HUSTIANDA LUMAJANG 12/05/1990
466 2012.SSTA.025 WAHYUDI SURABAYA 23/10/1989
467 2012.SSTA.026 YULI WAHYUNIGSIH MADIUN 17/07/1990
S1. TEKNIK ARSITEKTUR
468 2012.SARS.001 DEBORA AMBARWATI DWIPUTRI SURABAYA 22/07/1989
469 2012.SARS.002 ERLINDA NOVITASARI GRESIK 10/02/1989
470 2012.SARS.003 FARIDA AYU WARDANY SURABAYA 04/12/1989
471 2012.SARS.004 FISHIA YAN FERRY SURAKARTA 10/06/1988
472 2012.SARS.005 GUNAWAN PANKEP 08/04/1986
473 2012.SARS.006 RACHEL MARLINA MANURUNG MALANG 08/01/1989
S1. PSIKOLOGI
474 2012.SPSI.001 ANGKI TRIANDINI MAKASSAR 18/02/1991
475 2012.SPSI.002 ESPERANZA P. RAMON PEKANBARU 27/03/1990
476 2012.SPSI.003 PRIMASARI DEFRINA RAMADANI WIDIYANTI SORONG 07/04/1990
477 2012.SPSI.004 YOHANNA SEPTIANI BUDIMULJONO SURABYA 16/09/1990
GELOMBANG II, TGL 13 MEI 2012 Lokasi : KAMPUS B UNAIR FAK FISIP (FAK. ILMU SOSIAL DAN POLITIK) Jl. DARMAWANGSA DALAM SELATAN SURABAYA
S1. INFORMATIKA/ KOMPUTER
1 2012.SINF.001 ABDUL WAHAB JOMBANG 20/07/1988
2 2012.SINF.002 ACHMAD MUZAKKI SURABAYA 28/05/1985
3 2012.SINF.003 ACHMAD NASIR ALGADRI MALANG 02/05/1989
4 2012.SINF.004 AJENG RETNO WULAN SURABAYA 26/02/1989
5 2012.SINF.005 ANTO PUJI 07/05/1990
6 2012.SINF.006 ATIK KHOIRIYAH LAMONGAN 15/01/1989
7 2012.SINF.007 AYU DEWANTARI PUSPAWARDANI DENPASAR 19/10/1990
8 2012.SINF.008 AYU DYAH PRAMITASARI SURABAYA 08/12/1989
9 2012.SINF.009 AYU FITRI MEIRIA SARI BANJARMASIN 30/05/1989
10 2012.SINF.010 BAHARUDIN YUSUF HABIBI PROBOLINGGO 18/01/1989
11 2012.SINF.011 BEGGY FITRA HILLA BANDUNG 09/02/1990
12 2012.SINF.012 CATUR BAYU NUGROHO YOGYAKARTA 12/04/1990
13 2012.SINF.013 CITRA FITRI ANANDA CIREBON 22/05/1986
14 2012.SINF.014 DEBY NUR HIDAYAT SURABAY 07/12/1987
15 2012.SINF.015 DENI WIDIYATI TRENGGALEK 17/11/1986
16 2012.SINF.016 DESI DWI MUSPITASARI JOMBANG 18/12/1989
17 2012.SINF.017 DEVIA PURNAMA SARI SURABAYA 30/12/1985
18 2012.SINF.018 DIAH KARISMA ANDINI BANGKALAN 04/04/1988
19 2012.SINF.019 DIANDRA ANGGARAWATI SURABAYA 04/09/1990
20 2012.SINF.020 DIMAS RENDY ATMAJAYA SURABAYA 28/04/1988
21 2012.SINF.021 DIMAS ZULHAZMI WIGRAHA BANYUWANGI 21/07/1989
22 2012.SINF.022 DINA MAYA MELINDA MALANG 23/02/1989
23 2012.SINF.023 DIRGA MUBARAK KENDARI 27/04/1985
24 2012.SINF.024 DWI PRAWESTI JOMBANG 21/04/1989
25 2012.SINF.025 DYAH ANGGRAINI KEDIRI 01/01/1990
26 2012.SINF.026 ERRIN CHOIRINISSA BONTANG 03/03/1990
27 2012.SINF.027 FAIZAL RIZKY IS ZAKARIA BANYWANGI 24/05/1988
28 2012.SINF.028 FIRDA NUR SAFIRA SORONG 04/07/1992
29 2012.SINF.029 GUSTI NGURAH ANDIKA PRAMUDYA DENPASAR 25/08/1990
30 2012.SINF.030 HASYIM ASYARI BALIKPAPAN 17/10/1986
31 2012.SINF.031 HIKMAH JEMBER 02/07/1988
32 2012.SINF.032 I MADE DEDY SIANTRA SETIAWAN KUPANG 24/02/1989
33 2012.SINF.033 IKA RAHMAWATI JOMBANG 01/10/1990
34 2012.SINF.034 INDRI YOHANA RISNAWATI SIDOARJO 05/07/1990
35 2012.SINF.035 IRAWATI NURMALA SARI KEDIRI 08/05/1991
36 2012.SINF.036 JEANNY MARETA DAUD SURABAYA 28/03/1990
37 2012.SINF.037 KHUMAIROH DICKY PRAMITASARI JEMBER 05/09/1985
38 2012.SINF.038 KHUSNUL ARIFIN SURABAYA 03/05/1986
39 2012.SINF.039 KURNIA WIDYANINGTYAS JEMBER 12/07/1986
40 2012.SINF.040 LAKSANA MUS ARDHIANTO GRESIK 06/12/1988
41 2012.SINF.041 LUKAS YOGA WANTORO AJI BLITAR 04/11/1989
42 2012.SINF.042 MARTINUS HERNAWAN LUMAJANG 15/03/1989
43 2012.SINF.043 MOCHAMAD ANNAS FATONI HADI SAMARINDA 19/09/1990
44 2012.SINF.044 MOHAMMAD AMINUDIN SURABAYA 10/07/1989
45 2012.SINF.045 MUHAMAD NASIR MESKOM 06/11/1986
46 2012.SINF.046 MUHAMMAD AMRIN HAKIM SURABAYA 16/09/1989
47 2012.SINF.047 MUHAMMAD YUSUF BANGKALAN 17/09/1988
48 2012.SINF.048 NADIA DAMAYANTI NGANJUK 24/09/1989
49 2012.SINF.049 NORIANDINI DEWI SALYASARI MADIUN 28/01/1990
50 2012.SINF.050 NURUL FATMAWATI JOMBANG 09/04/1990
51 2012.SINF.051 OKKI KARTIKA SARI SURABAYA 21/04/1989
52 2012.SINF.052 PENI RAHAYU KEDIRI 19/10/1988
53 2012.SINF.053 PUJIANTO MADIUN 07/05/1990
54 2012.SINF.054 RACHMAWAN ATMAJI PERDANA JAKARTA 27/11/1990
55 2012.SINF.055 RADITYO ARYO BASKORO JAYAPURA 02/04/1989
56 2012.SINF.056 RAMA DHANIAREZA JAYAPURA 21/04/1988
57 2012.SINF.057 RATIH ARIADNI PAMEKASAN 25/11/1988
58 2012.SINF.058 REAL DERMAWAN BANDUNG 18/01/1985
59 2012.SINF.059 RETNO MUMPUNI PONOROGO 16/07/1987
60 2012.SINF.060 RHIZZA JIAN OKTANTY SURABAYA 26/10/1987
61 2012.SINF.061 RINDANG NISA PRASASTI KEBUMEN 23/07/1989
62 2012.SINF.062 RIZKI PRATIWI PALEMBANG 12/02/1990
63 2012.SINF.063 RIZKIA ISTIHADI LUMAJANG 11/12/1989
64 2012.SINF.064 RONI MARTA KEDIRI 16/10/1985
65 2012.SINF.065 SAMSUL HADI KEDIRI 18/02/1989
66 2012.SINF.066 SANGKURNIA SEKAR AROM TULUNGAGUNG 18/06/1990
67 2012.SINF.067 SANNY HIKMAWATI KEDIRI 21/04/1989
68 2012.SINF.068 SHEILA AGUSTIANTY SURABAYA 24/08/1987
69 2012.SINF.069 SINGGIH SETYO JATMIKO SURABAYA 14/08/1989
70 2012.SINF.070 SITI MASLICHAH SURABAYA 13/01/1990
71 2012.SINF.071 SUCI ISTACHOTIL JANNAH SIDOARJO 09/12/1989
72 2012.SINF.072 SURYA PRASETIAJI SURABAYA 19/05/1988
73 2012.SINF.073 SYARIFATUN NADHIROH QOMARIYAH BOJONEGORO 09/09/1989
74 2012.SINF.074 SYIFA PRIMASTUTI LAMONGAN 07/11/1989
75 2012.SINF.075 SYLVI NOVITA DEWI SURABAYA 23/07/1989
76 2012.SINF.076 TONI CANDRA KUNCORO SAMPANG 12/03/1989
77 2012.SINF.077 VERLA PUSPITASARI SURABAYA 28/08/1989
78 2012.SINF.078 VIVID BADRUL LAILI LAMONGAN 02/08/1990
79 2012.SINF.079 YISTI VITA VIA LAMONGAN 25/04/1986
80 2012.SINF.080 YOGA BAGUS PERKHASA LUMAJANG 18/06/1990
81 2012.SINF.081 YOVANITA SIDABUTAR SURABAYA 26/09/1990
82 2012.SINF.082 YULI WAJAYANTI LAMONGAN 14/07/1987
83 2012.SINF.083 YUSTIAN MANTJORO PALU 04/07/1988
84 2012.SINF.084 ZALDI ARDIANTO KARAWANG 03/12/1988
85 2012.SINF.085 ZULHAYDAR FAIROZAL AKBAR SURABAYA 27/07/1989
S1. HUKUM
86 2012.SHUK.001 ADHI RISTIONO MATARAN 18/02/1987
87 2012.SHUK.002 ADHYKA RHYNGGA HERLAMBANG SURABAYA 28/05/1989
88 2012.SHUK.003 ADRIAN KRISTYANTO ADI SURABAYA 09/05/1990
89 2012.SHUK.004 AGIL WICAKSONO BLITAR 13/06/1989
90 2012.SHUK.005 AGUNG ADJI UGROHO BANYUWANGI 12/09/1986
91 2012.SHUK.006 AGUNG DIAN SYAHPUTRA SURABAYA 10/04/1989
92 2012.SHUK.007 AHMAD SISWADI KEDIRI 04/12/1984
93 2012.SHUK.008 AKHMAD FATHONI KEDIRI 20/10/1988
94 2012.SHUK.009 ALFIAN ADIANTO PONOROGO 28/03/1987
95 2012.SHUK.010 ANANDA BAGUS PRATAMA SURABAYA 31/12/1989
96 2012.SHUK.011 ANANTO BUDI WICAKSONO SURABAYA 21/12/1987
97 2012.SHUK.012 ANDANG APRIANTO KARANGANYAR 13/03/1988
98 2012.SHUK.013 ANDANTI TYAGITA SURABAYA 18/02/1988
99 2012.SHUK.014 ANDIKA DANIARSA SOROAKO 23/09/1988
100 2012.SHUK.015 ANDRI WICAKSONO MUKTI SANTOSO SURABAYA 08/05/1988
101 2012.SHUK.016 ANDRIAN RIZKI SUDRAJAT MALANG 26/02/1988
102 2012.SHUK.017 ANGGA DWI CAHYONO NGANJUK 16/06/1990
103 2012.SHUK.018 ANGGI PUSPITA W SURABAYA 01/03/1987
104 2012.SHUK.019 ANINDITA PRATITASWARI SIDOARJO 18/10/1989
105 2012.SHUK.020 ANINDITA SARASWATI SURABAYA 15/04/1988
106 2012.SHUK.021 ANNISA MAAYU NARULITA SURABAYA 21/05/1987
107 2012.SHUK.022 ANNISA WULANSARI SURABAYA 04/02/1991
108 2012.SHUK.023 ARI MUKTI EFENDI MAGETAN 09/06/1988
109 2012.SHUK.024 ARIF RAHMAN HAKIM SURABAYA 23/07/1989
110 2012.SHUK.025 AUGSY LANSON SUKARDI SURABAYA 22/08/1990
111 2012.SHUK.026 AULIA RIZAL GRESIK 28/09/1982
112 2012.SHUK.027 AULIYAA ARDHINAWATI PRAYITNO SURABAYA 29/07/1987
113 2012.SHUK.028 AYU CAESARA ALIFIA YUNUS SURABAYA 18/08/1990
114 2012.SHUK.029 AYU KUSUMA RATRI SURABAYA 02/06/1989
115 2012.SHUK.030 AYU LESTARINING ASIH MALANG 20/10/1989
116 2012.SHUK.031 AZIS ABDUL MAJID MULIAWAN SURABAYA 17/04/1989
117 2012.SHUK.032 AZWIN KARTIKA PRIYAMBUDI TUBAN 02/08/1986
118 2012.SHUK.033 BAYU AKBAR S JAKARTA 27/10/1990
119 2012.SHUK.034 CANDRA MUKTI ADI WIBOWO BANYUWANGI 07/10/1990
120 2012.SHUK.035 CAROLINA MIRNAWATI SURABAYA 21/09/1990
121 2012.SHUK.036 CHOIRUL YAQIN MALANG 03/03/1989
122 2012.SHUK.037 CITRA EKARISTI SURABAYA 24/12/1987
123 2012.SHUK.038 CLARA CHITRA PARAMITA MALANG 18/09/1987
124 2012.SHUK.039 DANIEL DERMAWAN SIBARANI JEMBER 23/08/1987
125 2012.SHUK.040 DERY ISWANTO JAKARTA 30/06/1987
126 2012.SHUK.041 DESI SULISTIANI PURWOKERTO 04/12/1985
127 2012.SHUK.042 DEVI PRAMITHA KURNIASARI SURABAYA 11/01/1991
128 2012.SHUK.043 DIAN SARI EMMANUELA SEKEWAEL WAINGAPU 05/11/1984
129 2012.SHUK.044 DICKY ADITYA BANYUWANGI 19/05/1990
130 2012.SHUK.045 DIMAS BUDI OETOMO SURABAYA 04/03/1989
131 2012.SHUK.046 DIMAS PRASETYO UTOMO SURABAYA 10/07/1988
132 2012.SHUK.047 DIVA RYAN PITALOKA SURABAYA 31/08/1990
133 2012.SHUK.048 DIYAH WATOETI ASTARINA PAMEKASAN 03/07/1989
134 2012.SHUK.049 DIYAH WATOETI ASTARINA PAMEKASAN 03/07/1989
135 2012.SHUK.050 DONNY EKO NUGROHO TUBAN 06/12/1982
136 2012.SHUK.051 DWI ARINI RUSTANTINA PASURUAN 09/11/1988
137 2012.SHUK.052 DWI FARIYANTI SIDOARJO 26/02/1990
138 2012.SHUK.053 EDI KURNIAWAN PADANG 02/04/1989
139 2012.SHUK.054 EFENDI DWI PRASETYO KARANGANYAR 13/05/1989
140 2012.SHUK.055 EKA CANDRA BUDI UTAMA PURWOREJO 15/01/1989
141 2012.SHUK.056 EKA PUSPITA DEWI JAYAPURA 23/07/1990
142 2012.SHUK.057 ELMINA BR SITUMEANG SIBOLGA 20/06/1988
143 2012.SHUK.058 ERIENE BUNGA ANDHITA SURABAYA 20/02/1990
144 2012.SHUK.059 FAJRI IQBAL KURNIAWAN MALANG 06/02/1990
145 2012.SHUK.060 FALIAN AFIFANI Z. PASURUAN 21/09/1991
146 2012.SHUK.061 FANDI KURNIAWAN SURABAYA 19/01/1986
147 2012.SHUK.062 FENDY ADITYA SISWA YULIANTO JEMBER 26/07/1987
148 2012.SHUK.063 FENNY EKA MAYASARI SANJAYA SURABAYA 22/02/1990
149 2012.SHUK.064 FERIYANTO GRESIK 29/07/1988
150 2012.SHUK.065 FITRI INDAH ARIFIANTI SURABAYA 11/05/1989
151 2012.SHUK.066 FRADDA VISCA ALVINI PONOROGO 07/03/1989
152 2012.SHUK.067 FRANGKO SUBEHAN TRENGGALEK 23/09/1985
153 2012.SHUK.068 FRANSISKA DWI RETNO MUSTIKASARI MALANG 22/04/1988
154 2012.SHUK.069 FRAVASTA ANDREAS RK SURABAYA 09/07/1989
155 2012.SHUK.070 GERRO LEON FEBULA SURABAYA 05/02/1989
156 2012.SHUK.071 GIAN RAAFI DEMASATRIA MATARAM 05/08/1988
157 2012.SHUK.072 GRADHIN RENITA LISTAKARIN TULUNGAGUNG 26/05/1990
158 2012.SHUK.073 GRAHA ANANDA ZUGUSTI LUBIS BINJAI 21/09/1988
159 2012.SHUK.074 GRAVITHA KARTIKAWATI SURABAYA 02/06/1990
160 2012.SHUK.075 GUNTUR PRAMANDA MALANG 15/08/1990
161 2012.SHUK.076 HANDHIKA DEDY RUKMANA MAGETAN 11/03/1987
162 2012.SHUK.077 HANS DANIEL MARTUA SURABAYA 09/01/1986
163 2012.SHUK.078 HAPOSAN RENDY NAIBAHO SURABAYA 24/01/1989
164 2012.SHUK.079 HAPSORO WIDYO KUSUMO SURAKARTA 03/04/1989
165 2012.SHUK.080 HASIBATUL ISNIAR SEPBRINA PRATIWI SHOBIH SIDOARJO 02/09/1990
166 2012.SHUK.081 HENDRA MARTANA NGANJUK 21/08/1985
167 2012.SHUK.082 HERIBERTUS HARI SUMARNO SURABAYA 17/06/1990
168 2012.SHUK.083 HERTIAN SULISTIYO WIBISONO SURABAYA 05/12/1990
169 2012.SHUK.084 I MADE BINTANG AGUNG YUNIARTHA SURABAYA 18/06/1986
170 2012.SHUK.085 I NYOMAN PARWATA WIDNYANA PANGKALAN BUN 09/09/1989
171 2012.SHUK.086 ICHSAN PANJI KARUNIA JAKARTA 30/05/1990
172 2012.SHUK.087 IING DWI YULIANINGTYAS MALANG 28/07/1988
173 2012.SHUK.088 IKE BELLA RAHAYU SEMARANG 08/07/1990
174 2012.SHUK.089 IKE DYAH PERMATASARI LAMONGAN 10/10/1990
175 2012.SHUK.090 IMROATUL QORIAH NGAWI 19/07/1986
176 2012.SHUK.091 IMRON ROSADI BLITAR 19/03/1987
177 2012.SHUK.092 INDRA AGUS H. BOJONEGORO 14/08/1988
178 2012.SHUK.093 INDRA KUMALA SYAHBUN SAMAUNA SURABAYA 23/10/1987
179 2012.SHUK.094 INDRI HARLINA SUWANDY SURABAYA 04/05/1990
180 2012.SHUK.095 IRVANSYAH SURABAYA 30/08/1987
181 2012.SHUK.096 ITALIA YUNI RETNOWATI BANYUWANGI 30/06/1990
182 2012.SHUK.097 IVANDHIKA ALEXANDRIANTO MALANG 16/03/1988
183 2012.SHUK.098 JEFRY ANDRIAWAN JEMBER 01/07/2011
184 2012.SHUK.099 LINA CAROLI S 21/09/1990
185 2012.SHUK.100 LUCKY DAFIRA NUGROHO SURABAYA 21/08/1988
186 2012.SHUK.101 LUSIANA NISAK INDRIAWATI LUMAJANG 11/03/1989
187 2012.SHUK.102 M FIRMAN MAULANA PUTRA SURABAYA 11/02/1987
188 2012.SHUK.103 M. NUR HAMZAH SURABAYA 17/04/1983
189 2012.SHUK.104 M.DWI RIANEGARA JAYAPURA 12/11/1987
190 2012.SHUK.105 MARGARET SURYANINGTYAS PUSPOSARI SURABAYA 25/05/1990
191 2012.SHUK.106 MARSETIO PERDHANA PUTRA BANGKALAN 30/06/1989
192 2012.SHUK.107 MARSHALL HANI PURWANTO SURABAYA 23/03/1990
193 2012.SHUK.108 MARTHALIA NOVITA MAGETAN 16/10/1988
194 2012.SHUK.109 MAULANA MALIK BANYUWANGI 27/05/1988
195 2012.SHUK.110 MAWADDAH LESTARI GRESIK 05/06/1990
196 2012.SHUK.111 MEVITA HERDIANA NGANJUK 16/05/1990
197 2012.SHUK.112 MEY RIA PUSPITA KEDIRI 01/05/1988
198 2012.SHUK.113 MOCH. VALRI VERIANDY SURABAYA 24/08/1989
199 2012.SHUK.114 MOHAMMAD AGUNG FIRMANSYAH SIDOARJO 17/02/1989
200 2012.SHUK.115 MUCHAMAD HANAFI SURABAYA 28/10/1988
201 2012.SHUK.116 MUHAMMAD DWI PRASTYO SITUBONDO 03/05/1989
202 2012.SHUK.117 NABILLA AGNHAA PARTONO SURABAYA 30/08/1990
203 2012.SHUK.118 NICO DEWANTO SEMARANG 31/01/1989
204 2012.SHUK.119 NILA EKA YUNIARTHA LUMAJANG 29/06/1990
205 2012.SHUK.120 NORILSYA YALADIKA SURABAYA 13/11/1987
206 2012.SHUK.121 NOVITA SARI BLITAR 11/11/1989
207 2012.SHUK.122 NUR AFRIDA GRESIK 11/03/1990
208 2012.SHUK.123 NURUL ISTIQOMAH MALANG 18/01/1989
209 2012.SHUK.124 NUZULA SYAFRIAL ARDY SURABAYA 16/09/1988
210 2012.SHUK.125 OCKI CHRISNADITYA MADIUN 07/05/1989
211 2012.SHUK.126 OCTAFIANY HERMAN BALIKPAPAN 20/10/1985
212 2012.SHUK.127 OFI RISTIA BRIANDA JOMBANG 21/09/1990
213 2012.SHUK.128 OKTAVIA DWI PUSPITASARI LAMONGAN 13/10/1989
214 2012.SHUK.129 OKTAVIA DWI PUSPITASARI LAMONGAN 13/10/1989
215 2012.SHUK.130 OKTAVIA RAHMA MAHDI SURABAYA 15/10/1989
216 2012.SHUK.131 PAULUS IBNU KRIS SUDARSONO JOMBANG 26/06/1985
217 2012.SHUK.132 PRIPIH ERMA KUSMIATI MOJOKERTO 07/07/1981
218 2012.SHUK.133 PRIYAVOKA SAHARA BONTANG 03/03/1990
219 2012.SHUK.134 PUSPITA IRMA ADIYUASTI MASOHI 09/10/1990
220 2012.SHUK.135 PUTRI DESSY PUSPASARI SURABAYA 16/12/1989
221 2012.SHUK.136 PUTRI DWITIYA JAYANTI SURABAYA 30/01/1990
222 2012.SHUK.137 RACHMAT WIDIANTO SURABAYA 22/12/1989
223 2012.SHUK.138 RAHMAT ARIFIN MAGETAN 30/05/1986
224 2012.SHUK.139 RENDY YUNIAR PANGESTIKA SURABAYA 08/06/1988
225 2012.SHUK.140 RETNO SIDOARJO 11/12/1988
226 2012.SHUK.141 RETNO KUSUMA DEWI SIDOARJO 11/12/1988
227 2012.SHUK.142 RIA RESTI DEWANTI PASURUAN 08/04/1988
228 2012.SHUK.143 RIALITA FEBRIANA SURABAYA 04/02/1990
229 2012.SHUK.144 RICKI PRATAMA PONOROGO 07/09/1988
230 2012.SHUK.145 RIMBO TIGOR WIJAYA MOJOKERTO 22/05/1986
231 2012.SHUK.146 RININTA DIANAWATI, SH BONDOWOSO 15/07/1988
232 2012.SHUK.147 RISKI OLIVIA CITRA DEWI MADIUN 29/10/1988
233 2012.SHUK.148 RISKI SANJAYA SURABAYA 08/05/1986
234 2012.SHUK.149 RISKY AGITA RIO PERMANA KEDIRI 15/12/1989
235 2012.SHUK.150 ROKKI AZISIA RACHMAN SURABAYA 22/04/1986
236 2012.SHUK.151 RR PRITANASTITI TRISIANTI SURABAYA 09/06/1989
237 2012.SHUK.152 RUDI HARIYANTO PASURUAN 21/03/1991
238 2012.SHUK.153 RYAN NAVIS EKA PRASETYADILLAH JOMBANG 23/11/1989
239 2012.SHUK.154 SARI DEWI BANYUWANGI 17/05/1989
240 2012.SHUK.155 SEPTIKA AYU INDRASWARI BLITAR 20/09/1990
241 2012.SHUK.156 SHINDY DWIPANGESTI CIREBON 03/01/1991
242 2012.SHUK.157 SHOLEKHA NUR WAHYUNI GRESIK 28/06/1989
243 2012.SHUK.158 STEFANUS ANGGA WINARSA SURABAYA 07/12/1987
244 2012.SHUK.159 TANNIA PRIMA PUTRI SURBAYA 01/07/1990
245 2012.SHUK.160 TAUFAN RAKHMAD ABADI, SH MALANG 04/04/1986
246 2012.SHUK.161 TITO RAHADI PUTRA MATARAM 17/06/1990
247 2012.SHUK.162 TITO SULUNG SEJATI SITUBONDO 08/06/1989
248 2012.SHUK.163 TRIASTUTI FAJAR NINGRUM KEDIRI 01/08/1990
249 2012.SHUK.164 VANESSYA AN’IM MUJADDIDAH SURABAYA 03/06/1990
250 2012.SHUK.165 WAHIDATUL FITRI RATNA KUSUMA SURABAYA 14/05/1989
251 2012.SHUK.166 WIDYA SUSANTI SURABAYA 27/12/1986
252 2012.SHUK.167 WINDA YULIA BANJARMASIN 26/07/1989
253 2012.SHUK.168 YATI JS SURABAYA 27/08/1989
254 2012.SHUK.169 YAYAK YULIANTO PURWANTO SURABAYA 05/09/1987
255 2012.SHUK.170 YENI ANDRIANI TULUNGAGUNG 11/04/1989
256 2012.SHUK.171 YOGA BACHTIAR WIBISONO MALANG 03/02/1988
257 2012.SHUK.172 YONATAN NANDA PRATAMA BANYUWANGI 15/08/1990
258 2012.SHUK.173 YONITA NURMALA SARI SURABAYA 02/09/1988
259 2012.SHUK.174 YULI WINIARI WAHYUNINGTYAS JEMBER 15/07/1990
260 2012.SHUK.175 YULIA AYU WARDANI JOMBANG 28/07/1990
261 2012.SHUK.176 YUNITA NURWULANTARI BOJONEGORO 26/06/1990
262 2012.SHUK.177 YUSTIAN RAHMADI SURABAYA 10/10/1988
263 2012.SHUK.178 YUSUF RIZAL SURABAYA 06/05/1989
264 2012.SHUK.179 ZAINAL ABIDIN KEDIRI 01/01/1989
265 2012.SHUK.180 ZULFA BANYUWANGI 14/11/1989
266 2012.SHUK.181 ZULFIKAR ARDIWARDANA WANDA PAMEKASAN 09/02/1990
S1. ILMU KOMUNIKASI
267 2012.SKOM.001 AKHMAD SURABAYA 14/11/1989
268 2012.SKOM.002 DIAN RETNO ARINI BALIKPAPAN 16/04/1989
269 2012.SKOM.003 DILLAH PRATIWI SURABAYA 05/08/1986
270 2012.SKOM.004 DRASTHYA KUSUMAWICITRA SURABAYA 22/08/1988
271 2012.SKOM.005 FITRI AYU WIDYANINGTYAS AMBON 21/06/1990
272 2012.SKOM.006 PARAMITA ATIKA NURINA MADIUN 08/04/1985
273 2012.SKOM.007 RISKHA AYU NOVITASARI TULUNGANGUNG 07/11/1989
274 2012.SKOM.008 SULTHAN SYARIEF BAFADHAL SUMENEP 12/12/1987
275 2012.SKOM.009 WAHYUDI CAHYO UTOMO SURABAYA 09/04/1989
276 2012.SKOM.010 ZUNIFAR ANUGRAH ALFASANDY LUMAJANG 30/06/1988
S1. TEKNIK INDUSTRI
277 2012.SIND.001 ADE HARDIYANSYAH SURABAYA 06/02/1989
278 2012.SIND.002 ALOYSIUS SUJARWADI SURABAYA 15/12/1982
279 2012.SIND.003 APRILIAN FIRMAN UTOMO LUMAJANG 04/04/1990
280 2012.SIND.004 BAYU SISWANTO SURABAYA 22/01/1990
281 2012.SIND.005 BELINDA APRILIA SURABAYA 12/04/1990
282 2012.SIND.006 DEWI KURNIA SARI PURWANDONO MOJOKERTO 04/10/1981
283 2012.SIND.007 DONNY PRASETYA SAMARINDA 21/04/1989
284 2012.SIND.008 FEBRINA RIZKY SURABAYA 07/02/1989
285 2012.SIND.009 FRISKA YULISMATUN A. T LUMAJANG 21/05/1991
286 2012.SIND.010 HIJRADMA PANDIKA HARDONO BANDUNG 18/09/1989
287 2012.SIND.011 JOHAN ARIFIN TEGAL 06/03/1990
288 2012.SIND.012 MAULIDA LUTHFIYAH GRESIK 26/09/1990
289 2012.SIND.013 MUHAMMAD CHANDRA BUDIMAN GRESIK 12/05/1989
290 2012.SIND.014 ODIE SUSILA YUDHA KEDIRI 23/07/1989
291 2012.SIND.015 PHOOLAN DEVI BLITAR 30/09/1990
292 2012.SIND.016 PRISTI DWI PUSPITASARI BANYUWANGI 16/07/1989
293 2012.SIND.017 RAHMANIZAR MAKSUM YUNIANTO SURABAYA 14/06/1988
294 2012.SIND.018 REFI EFENDI BANGKINANG 09/06/1989
295 2012.SIND.019 ROSIDA KUMALA SURABAYA 27/05/1989
296 2012.SIND.020 SABRINA HUDANI INDRAMAYU 23/03/1990
297 2012.SIND.021 USIA RACHMAWATI MALANG 28/12/1988
S1. TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
298 2012.SKES.001 GALIH PRIHANTOKO TULUNGAGUNG 05/07/1986
299 2012.SKES.002 NUKE MAYA ARDIANA SURABAYA 14/05/1987
300 2012.SKES.003 NUR IFTITAH TANAH LAUT 26/07/1986
301 2012.SKES.004 RINO PRADITYA KEDIRI 27/07/1987
S1. TEKNIK MESIN
302 2012.SMES.001 ADRIAN ARDAWALIKA SURABAYA 21/02/1988
303 2012.SMES.002 AGUNG HADI SUSANTO KUNINGAN 24/06/1989
304 2012.SMES.003 AGUS SETIAWAN JAKARTA 18/09/1989
305 2012.SMES.004 AHMAD SUPRIADI BOJONEGORO 11/09/1989
306 2012.SMES.005 ANDRI ARIESTO PRATAMA TARAKAN 02/06/1989
307 2012.SMES.006 ANDY SUHERMANTO BANJARNEGARA 16/05/1985
308 2012.SMES.007 ANUGERAH B.A SURABAYA 01/07/1987
309 2012.SMES.008 ASKAR YOYOM RAMANTO MALANG 24/06/1987
310 2012.SMES.009 BENI WIDODO NGANJUK 21/03/1987
311 2012.SMES.010 DIMAS ARI PRASETYO CILACAP 10/08/1989
312 2012.SMES.011 DIMAS SAMUDRO JAKARTA 10/11/1983
313 2012.SMES.012 DIMAS YOGA PRASETYA PEKALONGAN 15/11/1987
314 2012.SMES.013 DWI APRIL YANTO SIDOARJO 19/04/1988
315 2012.SMES.014 EKA PERMATA SARI SURABAYA 15/04/1989
316 2012.SMES.015 ERIANA NURMAN SYARIF CIAMIS 26/12/1988
317 2012.SMES.016 EVA PINIJI LESTARI SIDOARJO 23/12/1985
318 2012.SMES.017 FAHRUR RUZI SURABAYA 09/02/1985
319 2012.SMES.018 FERRY ARDIANTO SURABAYA 10/11/1987
320 2012.SMES.019 HADI SUWITO BLITAR 28/08/1984
321 2012.SMES.020 HEDI PRAYITNO LAMONGAN 24/12/1984
322 2012.SMES.021 JIWANDA KHARZA IKRAMA BLITAR 18/11/1986
323 2012.SMES.022 LANANG BUDI SANTOSA BREBES 11/09/1986
324 2012.SMES.023 MUHAMAD ANGGA ARIANTO SEMARANG 10/04/1987
325 2012.SMES.024 NANDANA DWI PRABOWO TEMANGGUNG 03/03/1987
326 2012.SMES.025 NUR FATAH RAHMAN MADIUN 26/09/1986
327 2012.SMES.026 RENCY RENGGA ADI PRATAMA MADIUN 30/01/1987
328 2012.SMES.027 RESTINA NGAWI 20/01/1987
329 2012.SMES.028 RICO ADITIA PRAMANA METRO 03/12/1988
330 2012.SMES.029 UMARUDIN SURABAYA 30/08/1985
331 2012.SMES.030 ZULFA HAMDANI TEGAL 09/03/1988
S1. TEKNIK SIPIL
332 2012.SSIP.001 ACHMAD HARIS SURABAYA 12/03/1988
333 2012.SSIP.002 ADITIA KINARANG MOKOGINTA MANADO 02/08/1990
334 2012.SSIP.003 ADITYA EKO NURDIYANTO MADIUN 01/03/1988
335 2012.SSIP.004 AJENG PADMASARI YOGYAKARTA 07/05/1989
336 2012.SSIP.005 AKHMAD ALFIANTO SUMENEP 15/09/1989
337 2012.SSIP.006 ANDI ZULFIANA JENEPONTO 15/10/1988
338 2012.SSIP.007 ANUGRAH ISTIYANTO SURABAYA 18/02/1986
339 2012.SSIP.008 BAGUS DARMAWAN BANYUWANGI 10/10/1987
340 2012.SSIP.009 DAINTY SARAWATI LAMONGAN 08/08/1988
341 2012.SSIP.010 DEVEGA ANISA JAKARTA 02/12/1988
342 2012.SSIP.011 DIAR FAJAR GOSANA GRESIK 08/08/1989
343 2012.SSIP.012 DIAR RIZKI SULTHONI BASUKI SURABAYA 17/06/1989
344 2012.SSIP.013 DIMAS APRIANTO RAMADHI JAKARTA 25/04/1989
345 2012.SSIP.014 ERNA WIDYASTUTI YOGYAKARTA 06/04/1988
346 2012.SSIP.015 F.X. INDRA HERMAWAN SURYO PUTRANTO SURABAYA 08/03/1988
347 2012.SSIP.016 FAJAR MASRURIN NGAWI 22/11/1987
348 2012.SSIP.017 FEBRI DWI NUGROHO PONOROGO 17/02/1988
349 2012.SSIP.018 FITRIA YULIATI MAGELANG 07/07/1988
350 2012.SSIP.019 HAFIROTUL ABIDAH SURABAYA 22/01/1987
351 2012.SSIP.020 HARIYADI SUJATMIKO LUWU 19/05/1988
352 2012.SSIP.021 HILDA MIENAR SEPTYANA LESTARI JAKARTA 11/09/1988
353 2012.SSIP.022 IMAM WAHYUDI SURABAYA 17/02/1986
354 2012.SSIP.023 INDRA BASUKI RACHMAN SURABAYA 27/08/1986
355 2012.SSIP.024 KARINA SHASKA SURABAYA 11/09/1991
356 2012.SSIP.025 KIKI DWI WULANDARI SIDOARJO 03/06/1991
357 2012.SSIP.026 KUMARA BAGUS RADITYA WASKITHO TULUNGAGUNG 16/10/1987
358 2012.SSIP.027 LERICTA FEBRIAN PURWOREJO 25/02/1990
359 2012.SSIP.028 LINDA AGUNG SAPUTRO MOJOKERTO 11/07/1987
360 2012.SSIP.029 LOUIS ANDILUN GATU SURABAYA 24/02/1987
361 2012.SSIP.030 MARLINI, ST. PALU 05/06/1988
362 2012.SSIP.031 MUHAMMAD AMITABH PATTISIA JAKARTA 24/05/1988
363 2012.SSIP.032 MUHAMMAD RIFQY SURABAYA 12/05/1989
364 2012.SSIP.033 NABILA BUKITTINGGI 27/06/1988
365 2012.SSIP.034 NILA KRISNAWATI SURABAYA 16/11/1982
366 2012.SSIP.035 NUR FAJRI WIJAYA BANDUNG 19/05/1988
367 2012.SSIP.036 NURDIANTO NOVANSYAH ANWAR SURABAYA 19/11/1989
368 2012.SSIP.037 PUTRI MAHAR DANI SURAKARTA 20/08/1987
369 2012.SSIP.038 RAHARDINI MEGA BAHADHURI PURWOKERTO 25/12/1989
370 2012.SSIP.039 RAHMI DEWI OKTAVIA BOGOR 19/10/1988
371 2012.SSIP.040 RAMA AJI ANANTA MADIUN 06/05/1984
372 2012.SSIP.041 RANI RAKITTA DEWI SURABAYA 18/01/1989
373 2012.SSIP.042 RIZALATUL ISNAINI BANGKALAN 20/05/1989
374 2012.SSIP.043 ROSI APRIYANTO MALANG 26/04/1987
375 2012.SSIP.044 SOFYAN RAHMAN BEKASI 17/08/1988
376 2012.SSIP.045 VITALOKA ROMA YUANINGSIH SAMPIT 02/02/1988
377 2012.SSIP.046 YANUAR DWI ISWAHYUDI KEDIRI 12/01/1987
378 2012.SSIP.047 YUGA WIDODO SURABAYA 04/06/1984
D3. ADMINISTRASI
379 2012.DADM.001 DIAN HERBANU APRESIANTO TUBAN 04/10/1987
D3. AKUNTANSI
380 2012.DEAK.001 AFIFA ZUHRIA BOJONEGORO 11/04/1988
381 2012.DEAK.002 ANNITA CAROLINA TUBAN 17/04/1989
382 2012.DEAK.003 DAYBY FEBRIANA PUTRI KEBUMEN 17/02/1991
383 2012.DEAK.004 DEVI SEPTIAN SAPUTRI SIDOARJO 18/09/1988
384 2012.DEAK.005 DEWI WAHYU KOCONINGRAHAYU SURABAYA 31/08/1990
385 2012.DEAK.006 DWI ZENUARISNI PATI 19/01/1991
386 2012.DEAK.007 EMA ROSDIANA WIDIASTUTI SURABAYA 21/09/1990
387 2012.DEAK.008 FIRDA AMALIA PERMANA SEMARANG 17/02/1991
388 2012.DEAK.009 GIVI HERDIANDANI SURABAYA 16/06/1989
389 2012.DEAK.010 INNES DITE RAMANTA MALANG 23/10/1988
390 2012.DEAK.011 KARINA ISTIANI SURABAYA 28/09/1987
391 2012.DEAK.012 LAILIS NUR AFIDAH TULUNGAGUNG 21/08/1985
392 2012.DEAK.013 LUSI ARINI PUTRI SURABAYA 19/12/1990
393 2012.DEAK.014 MAULANA RACHMADI SURABAYA 15/12/1990
394 2012.DEAK.015 MAULANA RACHMADI SURABAYA 15/12/1990
395 2012.DEAK.016 MUHAMMAD MA’RUF SURABAYA 18/08/1989
396 2012.DEAK.017 MULYONO MALANG 25/08/1988
397 2012.DEAK.018 NOVI RICA MAULIDYA SURABAYA 25/11/1985
398 2012.DEAK.019 RATNA ARIESTANIA BENGKULU 31/03/1990
399 2012.DEAK.020 SANTI YUDISTIRANI MALANG 19/10/1985
400 2012.DEAK.021 SOFIA PISCA FEBRINA SURABAYA 24/02/1991
401 2012.DEAK.022 VIVI YANTI NASUTION KUPANG 21/09/1989
402 2012.DEAK.023 WENDYK ARIF CHRISTIAWAN NGANJUK 15/01/1989
403 2012.DEAK.024 YUANITA HASTOWO MALANG 07/12/1989
D3. MANAJEMEN
404 2012.DMAN.001 AGUSTINI SURABAYA 15/08/1990
405 2012.DMAN.002 AKHMAD HASAN BASRI GRESIK 13/12/1990
406 2012.DMAN.003 ANANTO EKO PRIBADI NGANJUK 20/01/1985
407 2012.DMAN.004 ANISA MEINAR MAHARANI MAGETAN 14/05/1990
408 2012.DMAN.005 ARIZA DIAN PRADITHA RINI BOJONEGORO 10/04/1988
409 2012.DMAN.006 BAGUS ERLANGGA JATI SURABAYA 25/12/1988
410 2012.DMAN.007 DIENDA KINASIH ENDRIPINANTI SURABAYA 20/06/1990
411 2012.DMAN.008 DIMAS WAHYU MAHALDI SURABAYA 27/11/1989
412 2012.DMAN.009 ERLINA YENI KRISNAWATI SURABAYA 21/12/1989
413 2012.DMAN.010 ERWINANTO KRISTIANTAURUSIA K. SURABAYA 01/05/1985
414 2012.DMAN.011 FAHRUL ADAM SIDOARJO 15/02/1984
415 2012.DMAN.012 FREDDY HARRYANTO SURABAYA 15/03/1990
416 2012.DMAN.013 HANNA FIRDIAN IRMAWATI SURABAYA 04/09/1988
417 2012.DMAN.014 HANNAN ANDRIAN SURABAYA 13/05/1989
418 2012.DMAN.015 INDRA ADI KUSUMO SURAKARTA 22/11/1987
419 2012.DMAN.016 INEZA ARTATI RUDIYANTO SURABAYA 06/10/1989
420 2012.DMAN.017 KARTINI SELVIYANTI VERONICA SAMOSIR JAKARTA 15/09/1987
421 2012.DMAN.018 SANDRO YOSUA ANUGRAH PARDOSI SIAGIAN SURABAYA 30/09/1985
422 2012.DMAN.019 SELVY NOVITA GRESIK 11/04/1990
423 2012.DMAN.020 SISTIN RIZKI AMALIA SURABAYA 11/07/1991
424 2012.DMAN.021 SITIAISYAH HILAL SURABAYA 27/06/1983
425 2012.DMAN.022 TEGAR WAHYU SUTANTO TULUNGAGUNG 26/06/1990
426 2012.DMAN.023 TUTUT WIDIANTO MOJOKERTO 12/07/1990
427 2012.DMAN.024 ULFA SAKINA AMBON/HILA 20/05/1989
428 2012.DMAN.025 WENTI KRISNAWATI PROBOLINGGO 07/02/1986
429 2012.DMAN.026 YEPTA YULIATMOKO MOJOKERTO 24/05/1986
D3. STATISTIK
430 2012.DSTA.001 RIA DHEA LAYLA NUR KARISMA KEDIRI 09/07/1990
431 2012.DSTA.002 SILVIA SETIA ARMADI GRESIK 01/12/1990
D3. TEKNIK ELEKTRO
432 2012.DELE.001 ABDILLAH TRININGTYAS POSO 07/09/1988
433 2012.DELE.002 ANDINA RIANTIKA AMBON 07/06/1990
434 2012.DELE.003 ANGGA DWI AMIRIL SIDOARJO 06/09/1987
435 2012.DELE.004 ARI SUPRAYOGI SITUBONDO 20/10/1990
436 2012.DELE.005 ARIS YUDI PRASETYA LUMAJANG 15/06/1989
437 2012.DELE.006 ARYO PAMBUKO WICAKSONO SURABAYA 11/08/1989
438 2012.DELE.007 BAMBANG SARWONO JOMBANG 14/06/1990
439 2012.DELE.008 BENYTA WIDYA AYU PRABAWATI BOJONEGORO 07/10/1989
440 2012.DELE.009 DESIE EKA WULANSARI PROBOLINGGO 03/12/1988
441 2012.DELE.010 IRVAN ADHI EKO PUTRO TUBAN 14/10/1990
442 2012.DELE.011 LUQI ABIDIN NGAWI 07/12/1990
443 2012.DELE.012 MUHAMMAD NAJIB SURABAYA 27/12/1984
444 2012.DELE.013 MUHAMMAD SIDIQ RAMADAN MAGETAN 23/04/1988
445 2012.DELE.014 NIKEN PALUPI JAMBI 03/06/1990
446 2012.DELE.015 RAHANDA ABDILLAH KURNIAWAN SIDOARJO 23/05/1990
447 2012.DELE.016 RAMADANA WASKITA KEDIRI 17/05/1987
448 2012.DELE.017 RATNA PUJI LESTARI MOJOKERTO 21/10/1987
449 2012.DELE.018 REZA SARFRIARIAN SURABAYA 24/10/1986
450 2012.DELE.019 SAIFUL ANHAM TUBAN 15/08/1989
451 2012.DELE.020 SILSILATIL MAGHFIROH SAMPANG 18/04/1990
452 2012.DELE.021 VIVI DAMAYANTI MOJOKERTO 21/03/1989
453 2012.DELE.022 YOSIA GESANG LUMADI BOJONEGORO 24/04/1988
D3. INFORMATIKA/ KOMPUTER
454 2012.DINF.001 ACHMAD YANI JOMBANG 11/02/1988
455 2012.DINF.002 AFIF RIZKA ROFIQI BONDOWOSO 23/06/1988
456 2012.DINF.003 DEDY INDRAWAN GRESIK 16/08/1988
457 2012.DINF.004 ISMAWATI HIDAYAH SURABAYA 01/11/1988
458 2012.DINF.005 M. FUAD SOFYAN SURABAYA 08/10/1988
459 2012.DINF.006 MOCH. HERIANSYAH SURABAYA 01/07/1989
460 2012.DINF.007 NOVENTINA SITUMORANG SAMOSIR 16/11/1987
461 2012.DINF.008 NURUL ALIANI SAFITRI SURABAYA 24/04/1990
462 2012.DINF.009 PUTRI HANDAYANI TRENGGALEK 12/12/1990
463 2012.DINF.010 RAHMAD SYAIFUDIN BANYUWANGI 01/07/1986
464 2012.DINF.011 YUDANIS TAQWIN R. KEDIRI 24/11/1988
465 2012.DINF.012 YUNI MA’RIFATUL AFIFAH SURABAYA 19/06/1990
466 2012.DINF.013 YUNIAR KURNIANINGSIH SURABAYA 20/06/1988
467 2012.DINF.014 YUNITA WIDYA PRAMESTI JEMBER 25/06/1989
D3. TEKNIK MESIN
468 2012.DMES.001 ARIES AFRIANTO KARANGANYAR 19/04/1988
469 2012.DMES.002 IMAM SAFRONI MALANG 10/05/1988
470 2012.DMES.003 ODHA ADITYA ANANDA MADIUN 02/06/1989
D3. TEKNIK SIPIL
471 2012.DSIP.001 AJENG TRI KARTIKA SURABAYA 05/02/1985
472 2012.DSIP.002 TRI WAHYU NUR WIJAYANTO LAMONGAN 06/11/1986
D3. MANAJEMEN KESEKRETARIATAN DAN PERKANTORAN
473 2012.DMKP.001 GILANG ANDROMEDA SURABAYA 19/01/1990
474 2012.DMKP.002 JOHAN WISESA BANYUWANGI 12/06/1989
475 2012.DMKP.003 KHARISMA RIANI SIDOARJO 05/12/1987
476 2012.DMKP.004 SETYO PAMBUDI SURABAYA 16/01/1990

Published on 08 May 2012

Copyright © 2012 Human Resource Development PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Best Viewed in 1024 x 768 resolution Using Firefox 3 or Higher

PENGUMUMAN PENERIMAAN PEGAWAI PT. KAI HASIL SELEKSI TAHAP KE II (TES PSIKOLOGI) 28 MARET 2012

PENGUMUMAN PENERIMAAN PEGAWAI PT. KAI HASIL SELEKSI TAHAP KE II (TES PSIKOLOGI) DIUMUMKAN TANGGAL 28 MARET 2012. DOWNLOAD NAMA-NAMA YANG LULUS DI BAWAH INI:
Pengumuman Hasil Seleksi Tahap II PT.KAI 28 Maret 2012
ATAU LIHAT DI SITUS ASLINYA KLIK BLOGROLL REKRUTMENT PT.KAI DI SAMPING KANAN.
LIHAT JUGA PENGUMUMAN HASIL SELEKSI TAHAP I (TES ADMINISTRASI) YANG DIUMUMKAN TANGGAL 28 FEBRUARI 2012
Pengumuman Hasil Seleksi Tahap I Penerimaan Pegawai PT.KAI 2012